Dua bagian dari kutub berseberangan seringkali terlihat di media sosial. Belakangan ini perang pikir, atau terkadang terjadi sesat pikir pun tak terelakkan dalam kerangka membangun opini ditengah-tengah masyarakat milenia. Sejak Periode Pilpres, Kubu Prabowo dan Presiden Jokowi sekarang ini makin kesini semakin kuat aras pemikiran dan perang cyber pun tak terelakkan, tampak jelas disela-sela menuju pertarungan politik 2019.
Sebagian anak bangsa di negeri ini, kerap memunculkan wadah 'ke-peng-ekor-an' tanpa lagi mencerna informasi secara menyeluruh. Sadar atau tidak sadar semakin leluasa memanfaatkan sarana media internet sebagai wadah peperangan dalam tanda kutip "perang cyber, perang opini, perang paham, perang pikir" baik agama, sosial, politik hingga segmen bisnis jadi cemilan pasar pamfleting "cyber" tersebut.
Ada suatu wacana yang menurut kita tidak aneh lagi mengupas pemikiran klasik itu. Karl Marx, misalnya, ia sebagai ikon pemikiran sosialisme abad "pertentangan kelas". Karl Heinrich Marx lahir di Trier, Negara Prusia (5 Mei 1818) dan meninggal pada umur 64 tahun di Kota London-Inggris (14 Maret 1883). Marx adalah seorang filsuf, tokoh sosiologi, pakar ekonomi politik dan teori kemasyarakatan dari Prusia. Meskipun Marx menulis tentang banyak hal semasa hidupnya, namun ia terkenal atas analisisnya terhadap sejarah, terutama mengenai pertentangan kelas, yang dapat diringkas sebagai "Sejarah dari berbagai masyarakat hingga saat ini. (sumber Karl Marx lebih lengkapnya berada pada (sumber : wikipedia.org, dan historyguide.org).
Jonru melabeli situs media online, media seword ini sebagai Media Raja Fitnah/Hoax. Banyak pembaca setia seword setiap hari nya, bahkan setidak-tidak 'seruput kopi' adalah istilah yang kerap dipakai, sebagai istilah verbal dalam meluangkan waktu untuk melihat tulisan-tulisan terbaru di web seword. Sebagian pembaca setianya menganggap, ulasan-ulasan seword terutama konten analisanya dianggap luar biasa. Oleh sebagiannya yang tak sepaham dengan seword, menganggap web media online ini dianggap provokatif, bahkan telah dicap situs bernuansa Hoaxs sebagaimana labelling dari Jonru itu sendiri.
Ada satu postingan dari pihak Jonru, di mana Jonru memantau satu artikel berita dari pihak seword tentang "Agama Sebagai Candu", hahaha, ini kalau di baca mungkin atau barangkali masih sangat sensitif jika ia beredar di masyarakat awam, sebab boleh dikata, bahwa "Agama sebagai Candu" masih terlalu bias, dan jika di nilai sedari dini mungkin membahayakan opini, di mana "Candu" identik dengan zat pengaruh kefanatisme-an berlebih pada salah satu ajaran agama. Candu barangkali, sebagai frame analogi bagi kondisi sehat dan sakitnya bagian dari organ tubuh dari makhluk hidup. Akan tetapi, candu pun bisa dikategorikan bagian zat penting jika digunakan secara kimiawi guna kepentingan ilmu kedokteran.
Adakalanya istilah ini menjadi ambigu (bermakna ganda) di tengah masyarakat. Apalagi agama, jika agama dikatakan candu bisa jadi agama ini sebagai biang penyakit, atau mungkin dalam konotasi negatifnya dianggap membahayakan manusia jika dianut. Argumen ini bisa jadi patokan pemerhati kaum agamis, rohaniawan dan sebagainya. Di sana para kaum Rohaniawan/agamis merasa tersinggung, karena keluarnya istilah "Agama sebagai Candu". Namun "Agama sebagai Candu" kiranya, pada tingkat analisa yang berbeda akan jauh lebih tercerahkan jika memahaminya. Frasa ini memang untuk waktu yang lampau hingga ke depannya, merupakan perekat bagi penelusuran filsafati dan kekritisan dalam kancah opini saat ini. Untuk melihat dan menganalisa kondisi sosial dan kemasyarakatan secara universal, maka agama dan pemikiran barat (filsafat umum, agama, hukum dan sebagainya) patut pula tidak dikesampingkan, melainkan sebagai batu ujian untuk mengkaji kadar "keawaman pikir" atau "sesat pikir (falase) di era futuristik saat ini. Das sein dan das solen itu seiring waktu tak bisa dilepaskan sebagai simbol pembuktian bagaimana semestinya menyiasati pola alam kongkrit yang sebelumnya masih meraba disaat berada di alam abstrak.
Sebagian anak bangsa di negeri ini, kerap memunculkan wadah 'ke-peng-ekor-an' tanpa lagi mencerna informasi secara menyeluruh. Sadar atau tidak sadar semakin leluasa memanfaatkan sarana media internet sebagai wadah peperangan dalam tanda kutip "perang cyber, perang opini, perang paham, perang pikir" baik agama, sosial, politik hingga segmen bisnis jadi cemilan pasar pamfleting "cyber" tersebut.
Ada suatu wacana yang menurut kita tidak aneh lagi mengupas pemikiran klasik itu. Karl Marx, misalnya, ia sebagai ikon pemikiran sosialisme abad "pertentangan kelas". Karl Heinrich Marx lahir di Trier, Negara Prusia (5 Mei 1818) dan meninggal pada umur 64 tahun di Kota London-Inggris (14 Maret 1883). Marx adalah seorang filsuf, tokoh sosiologi, pakar ekonomi politik dan teori kemasyarakatan dari Prusia. Meskipun Marx menulis tentang banyak hal semasa hidupnya, namun ia terkenal atas analisisnya terhadap sejarah, terutama mengenai pertentangan kelas, yang dapat diringkas sebagai "Sejarah dari berbagai masyarakat hingga saat ini. (sumber Karl Marx lebih lengkapnya berada pada (sumber : wikipedia.org, dan historyguide.org).
Jonru melabeli situs media online, media seword ini sebagai Media Raja Fitnah/Hoax. Banyak pembaca setia seword setiap hari nya, bahkan setidak-tidak 'seruput kopi' adalah istilah yang kerap dipakai, sebagai istilah verbal dalam meluangkan waktu untuk melihat tulisan-tulisan terbaru di web seword. Sebagian pembaca setianya menganggap, ulasan-ulasan seword terutama konten analisanya dianggap luar biasa. Oleh sebagiannya yang tak sepaham dengan seword, menganggap web media online ini dianggap provokatif, bahkan telah dicap situs bernuansa Hoaxs sebagaimana labelling dari Jonru itu sendiri.
Ada satu postingan dari pihak Jonru, di mana Jonru memantau satu artikel berita dari pihak seword tentang "Agama Sebagai Candu", hahaha, ini kalau di baca mungkin atau barangkali masih sangat sensitif jika ia beredar di masyarakat awam, sebab boleh dikata, bahwa "Agama sebagai Candu" masih terlalu bias, dan jika di nilai sedari dini mungkin membahayakan opini, di mana "Candu" identik dengan zat pengaruh kefanatisme-an berlebih pada salah satu ajaran agama. Candu barangkali, sebagai frame analogi bagi kondisi sehat dan sakitnya bagian dari organ tubuh dari makhluk hidup. Akan tetapi, candu pun bisa dikategorikan bagian zat penting jika digunakan secara kimiawi guna kepentingan ilmu kedokteran.
Adakalanya istilah ini menjadi ambigu (bermakna ganda) di tengah masyarakat. Apalagi agama, jika agama dikatakan candu bisa jadi agama ini sebagai biang penyakit, atau mungkin dalam konotasi negatifnya dianggap membahayakan manusia jika dianut. Argumen ini bisa jadi patokan pemerhati kaum agamis, rohaniawan dan sebagainya. Di sana para kaum Rohaniawan/agamis merasa tersinggung, karena keluarnya istilah "Agama sebagai Candu". Namun "Agama sebagai Candu" kiranya, pada tingkat analisa yang berbeda akan jauh lebih tercerahkan jika memahaminya. Frasa ini memang untuk waktu yang lampau hingga ke depannya, merupakan perekat bagi penelusuran filsafati dan kekritisan dalam kancah opini saat ini. Untuk melihat dan menganalisa kondisi sosial dan kemasyarakatan secara universal, maka agama dan pemikiran barat (filsafat umum, agama, hukum dan sebagainya) patut pula tidak dikesampingkan, melainkan sebagai batu ujian untuk mengkaji kadar "keawaman pikir" atau "sesat pikir (falase) di era futuristik saat ini. Das sein dan das solen itu seiring waktu tak bisa dilepaskan sebagai simbol pembuktian bagaimana semestinya menyiasati pola alam kongkrit yang sebelumnya masih meraba disaat berada di alam abstrak.
Kami tidak ingin berlarut dalam perangkap analisa ulang. Mari lihat satu postingan Jonru di akun Laman FB miliknya, bahwa Jonru mengecamnya begini :
"Inilah website Raja Hoax Raja Fitnah, yang selama ini dibangga-banggakan oleh Bani Kotak-kotak, bahkan dipelihara oleh istana. Ternyata website abal-abal yang satu ini pernah memuat artikel AGAMA ADALAH CANDU, dalam rangka Ulang Tahun Karl Marx yang ke-199. Hmm, saya tidak ingin menuduh apapun, kata Jonru. Namun keberadaan artikel, lanjutnya, ini kok makin menguatkan dugaan kita, bahwa rezim ini emang dekat banget dengan PKI dan komunisme. Entah siapa yang PKI, wallahualam. Mari Waspada !!!
EH... JOKOWI KATANYA MAU MENGGEBUK PKI YA. COBA DEH, BERANI GAK DIA MENGGEBUK WEBSITE YANG SATU INI HEHEHEHE... :-)
NB: Saya sengaja memblok nama website-nya, karena saya tidak ingin memberikan promosi gratis untuk mereka. Dan bagi teman-teman yang tahu, sebaiknya tidak perlu menuliskan nama website ini pada komentar. Anda tuliskan pun percuma, karena semua komentar yang mengandung nama website ini sudah diblokir". Jonru Ginting
"Inilah website Raja Hoax Raja Fitnah, yang selama ini dibangga-banggakan oleh Bani Kotak-kotak, bahkan dipelihara oleh istana. Ternyata website abal-abal yang satu ini pernah memuat artikel AGAMA ADALAH CANDU, dalam rangka Ulang Tahun Karl Marx yang ke-199. Hmm, saya tidak ingin menuduh apapun, kata Jonru. Namun keberadaan artikel, lanjutnya, ini kok makin menguatkan dugaan kita, bahwa rezim ini emang dekat banget dengan PKI dan komunisme. Entah siapa yang PKI, wallahualam. Mari Waspada !!!
EH... JOKOWI KATANYA MAU MENGGEBUK PKI YA. COBA DEH, BERANI GAK DIA MENGGEBUK WEBSITE YANG SATU INI HEHEHEHE... :-)
NB: Saya sengaja memblok nama website-nya, karena saya tidak ingin memberikan promosi gratis untuk mereka. Dan bagi teman-teman yang tahu, sebaiknya tidak perlu menuliskan nama website ini pada komentar. Anda tuliskan pun percuma, karena semua komentar yang mengandung nama website ini sudah diblokir". Jonru Ginting
ScreenShoot web seword. by Jonru |
Jonru, seorang Intelektual muda, ia seringkali punya pandangan bahwa siapapun yang dekat dengan Jokowi atau pernah dekat dengan Jokowi atau yang pernah ramah tamah dengan Jokowi, lalu memiliki pandangan politik yang tidak seirama dengannya, maka orang tersebut harus ikhlas dieksploitasi oleh Jonru dan kelompok oposan terbaik dimasa Jokowi. Ini asumsi sesaat!! Jika benar oposisinya bermuara pada poros kebangsaan, jika tidak. Tentu oposan ini seringkali menelurkan berbagai sindrom anti pemerintah.
Ada satu yang mesti dipahami bahwa, komentar seseorang atas cyber kritik milik Jonri ini ialah, apakah memang fakta seperti ini, minat baca orang indonesia berada diurutan terbawah dunia. Tapi minat baca hoax menempati urutan teratas. Benarkah? kemudian "Kalo memang benar hoax dan PKI, tinggal lapor aja bang ke pihak yg berwenang. Kan ini bisa menjadi bukti. Jangan cuma di share aja. Karena bisa menimbulkan persepsi yang aneh-aneh nantinya. Jangan sampai kita satu kesatuan terpecah belah gara-gara hal yg mungkin belum tentu kebenaran nya. Sayangi diri dan negara kita. Tetap jaga persatuan dan kesatuan NKRI. (Komen ini sangat didambakan oleh Indoword, karena Indonesia butuh kata-kata ke Indonesia kini, lebih majemuk, dan tak usang termakan klasik berfikir. Di eropa, dan bangsa-bangsa maju tak lagi terpengaruh oleh isme-isme, misalnya Karl Marx, dan pemikir-pemikir abad pencerahan yang lampau. Semua itu hanya sebagai "pisau kupas" untuk analisa era kekinian agar dikupas kulit-kulitnya. Saatnya memang butuh "pisau analis" yang tajam, dan dari beragam disiplin ilmu lain pun butuh sandaran, guna saatnya digunakan untuk mengupas benang kusut ketika kejumudan seringkali menghampiri setiap orang dalam kerangka membangun bangsa yang mejemuk dan berperadaban.
Sejatinya memang iya, bahwa Jonru terhenti dalam kasat mata, artinya Jonru pun ikut sempat membaca, hanya menurut Jonru bahwa "AGAMA ADALAH CANDU, dalam rangka Ulang Tahun Karl Marx yang ke-199. Hmm, saya tidak ingin menuduh apapun, kata Jonru. Namun keberadaan artikel, lanjutnya, ini kok makin menguatkan dugaan kita, bahwa rezim ini emang dekat banget dengan PKI dan komunisme. Entah siapa yang PKI, wallahualam. Mari Waspada !!!". Terlihat bahwa Jonru akhirnya menutup argumennya sebelum artikel ini memang habis dikupas kembali secara utuh.
Ada satu yang mesti dipahami bahwa, komentar seseorang atas cyber kritik milik Jonri ini ialah, apakah memang fakta seperti ini, minat baca orang indonesia berada diurutan terbawah dunia. Tapi minat baca hoax menempati urutan teratas. Benarkah? kemudian "Kalo memang benar hoax dan PKI, tinggal lapor aja bang ke pihak yg berwenang. Kan ini bisa menjadi bukti. Jangan cuma di share aja. Karena bisa menimbulkan persepsi yang aneh-aneh nantinya. Jangan sampai kita satu kesatuan terpecah belah gara-gara hal yg mungkin belum tentu kebenaran nya. Sayangi diri dan negara kita. Tetap jaga persatuan dan kesatuan NKRI. (Komen ini sangat didambakan oleh Indoword, karena Indonesia butuh kata-kata ke Indonesia kini, lebih majemuk, dan tak usang termakan klasik berfikir. Di eropa, dan bangsa-bangsa maju tak lagi terpengaruh oleh isme-isme, misalnya Karl Marx, dan pemikir-pemikir abad pencerahan yang lampau. Semua itu hanya sebagai "pisau kupas" untuk analisa era kekinian agar dikupas kulit-kulitnya. Saatnya memang butuh "pisau analis" yang tajam, dan dari beragam disiplin ilmu lain pun butuh sandaran, guna saatnya digunakan untuk mengupas benang kusut ketika kejumudan seringkali menghampiri setiap orang dalam kerangka membangun bangsa yang mejemuk dan berperadaban.
Sejatinya memang iya, bahwa Jonru terhenti dalam kasat mata, artinya Jonru pun ikut sempat membaca, hanya menurut Jonru bahwa "AGAMA ADALAH CANDU, dalam rangka Ulang Tahun Karl Marx yang ke-199. Hmm, saya tidak ingin menuduh apapun, kata Jonru. Namun keberadaan artikel, lanjutnya, ini kok makin menguatkan dugaan kita, bahwa rezim ini emang dekat banget dengan PKI dan komunisme. Entah siapa yang PKI, wallahualam. Mari Waspada !!!". Terlihat bahwa Jonru akhirnya menutup argumennya sebelum artikel ini memang habis dikupas kembali secara utuh.
Berikut ini, singkat sebagian dari artikel media online (seword) :
"Sejarah membuktikan bahwa agama itu dekat dengan kekuasaan. Kekuasaan akan semakin kokoh apabila penguasa bekerja sama dengan petinggi-petinggi agama. Hubungan timbal balik pun didapatkan oleh petinggi-petinggi agama. Mereka juga menikmati kekayaan yang diberikan oleh penguasa asalkan para petinggi ini tetap setia kepada penguasa. Sementara itu, rakyat hanya menjadi korban politis dari penguasa. Masyarakat menjadi zombie yang bisa digerakkan dengan ilusi". "Apa yang dirisaukan oleh Karl Marx pada abad ke-19 juga kita rasakan sekarang ini. Agama dijadikan alat untuk menghancurkan lawan politik. Hal ini dialami oleh Bashar Al-Assad yang dituduh Syiah oleh lawan politiknya, Jokowi yang sebenarnya adalah seorang Muslim justru dikatakan Kristen oleh lawan politiknya, dan Ahok yang sebenarnya difavoritkan untuk memenangkan Pilkada DKI harus menelan pil pahit akibat isu agama yang menyerangnya. Hebatnya, banyak orang yang mempercayai hal ini. Mereka dengan mudah disetir oleh isu agama. Mereka sudah menjadi zombie yang sulit untuk berpikir kritis ketika sentimen agama sudah dicetuskan oleh penguasa".
Boleh, anda menganalisa artikel itu. Namun, butuh pemahaman mendalam, bahwa pemikiran karl marx tetap menjadi incaran bagi pelaku/penuntut pikir (thalabul ilmi) untuk satu gaya perspektif yang masih dalam tataran wacana dan debatable. Kitalah penentu. Baca secara bener lagi, perdalam kata-kata Marx apa yang dikatakannya, apakah kita disuruh menjauhi agama dan atau anti agama ? (menurut komentar salah satu orang). Maksudnya, banyak orang ketika sedang diatas akan merasa segalanya tapi ketika ia berada di bawah ia mencari apa yang segalanya untuknya, ketika ia sedang senang maka ia lupa tetapi ketika ia sedang sedih ia mencari tempat bercerita dan menenangkan diri (itu agama dalam tulisan ini), lalu ketika ada manusia yg putus asa pasti ia mencari hal yang mampu untuk menuntun jalannya, semua manusia merasakan hal diatas. Jadi agama adalah candu yang ia maksud manusia akan selalu seperti itu dan agama adalah obat dari hal-hal diatas itu, tapi ketika berlebihan secara fanatisme tinggi maka akan jadi candu bagimu.
Agama bisa diperalat bahkan pada domain politik, ini seringkali dimanifestasikan sebagai wujud penghadangan atas lawan politik. Di tataran ektremis, kita tahu, para "Teroris" mencuci otak sang pengantin bidadari "domain akidah" dan "domain syariat tanpa tafsir" menjadi santapan, bahwa perintah bunuh di manapun kamu bertemu" ini istilah yang kerap dipakai oleh para teroris guna melakukan bom bunuh diri dan pembunuhan terhadap orang lain. Intinya apakah "Candu Agama" itu melekat atau tidak? Bahkan doktrin ini bisa dijadikan insulin dan cafeinisasi untuk membunuh kaum non, munafikun, takfiri, dan aliran lainnya, karena sektarian dan berseberangan paham.
Kemudian Ada istilah “dilarang memilih non, dilarang memilih ini itu atas dasar ini itu berhaluan itu ini”, lebih baik pilih seagama asal?.....Tapi tanpa kategori penentu, klasifikasi Kelayakan serta berada di Poros Mana, sebab kriteria dan syarat ungguk proses Kepemimpian ialah "Profesionalitas, Kapabel, Integritas, Adil, Responsibility, Akuntabel" dan seabrek istilah lain untuk sebesar-besar kemaslahatan buat bangsa dan negara. Dalam mengurus daerah administrasi kriteria ini mesti jadi tolak ukur dalam menjalankan roda pemerintahan. Akibatnya, seringkali kita tahu bahwasanya moralitas akan keok ketika ia berhadapan dengan 'Uang, Tahta, dan Wanita'. Berapa banyak kasus korupsi di negara ini yang belum terungkap?Itu hanya KPK lah yang tahu (iya a'lamu maalaa ta'lamuun", "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.").
Boleh, anda menganalisa artikel itu. Namun, butuh pemahaman mendalam, bahwa pemikiran karl marx tetap menjadi incaran bagi pelaku/penuntut pikir (thalabul ilmi) untuk satu gaya perspektif yang masih dalam tataran wacana dan debatable. Kitalah penentu. Baca secara bener lagi, perdalam kata-kata Marx apa yang dikatakannya, apakah kita disuruh menjauhi agama dan atau anti agama ? (menurut komentar salah satu orang). Maksudnya, banyak orang ketika sedang diatas akan merasa segalanya tapi ketika ia berada di bawah ia mencari apa yang segalanya untuknya, ketika ia sedang senang maka ia lupa tetapi ketika ia sedang sedih ia mencari tempat bercerita dan menenangkan diri (itu agama dalam tulisan ini), lalu ketika ada manusia yg putus asa pasti ia mencari hal yang mampu untuk menuntun jalannya, semua manusia merasakan hal diatas. Jadi agama adalah candu yang ia maksud manusia akan selalu seperti itu dan agama adalah obat dari hal-hal diatas itu, tapi ketika berlebihan secara fanatisme tinggi maka akan jadi candu bagimu.
Agama bisa diperalat bahkan pada domain politik, ini seringkali dimanifestasikan sebagai wujud penghadangan atas lawan politik. Di tataran ektremis, kita tahu, para "Teroris" mencuci otak sang pengantin bidadari "domain akidah" dan "domain syariat tanpa tafsir" menjadi santapan, bahwa perintah bunuh di manapun kamu bertemu" ini istilah yang kerap dipakai oleh para teroris guna melakukan bom bunuh diri dan pembunuhan terhadap orang lain. Intinya apakah "Candu Agama" itu melekat atau tidak? Bahkan doktrin ini bisa dijadikan insulin dan cafeinisasi untuk membunuh kaum non, munafikun, takfiri, dan aliran lainnya, karena sektarian dan berseberangan paham.
Davinci Kode. Film |
Dalam artikel media seword di atas, jika dibaca secara menyeluruh tidak serta merta 100% mengandung konten yang memojokka agama tertentu, bahkan perang salib (konflik agama) sejatinya memang berada dalam naungan komando saat itu dipihak agama mana, dan agama siapa. Dan, kejumudan Gereja pun tak luput dalam uraiannya, di mana Gereja pernah membatasi "Ilmu Pengetahuan" yang sampai hari ini pun kaum tercerahkan dan Vatikan saling konspirasi, sebagaimana diketahui bahwa, Film "Kode Da Vinci" mengupas hal itu. Misalnya pada Seri : Angels and Demons adalah sebuah fiksi yang bercerita tentang penelusuran misteri dan ancaman Illuminati terhadap Gereja Katolik dengan cara menghancurkan Kota Vatikan dengan menggunakan bahan anti-materi.
Pencarian misteri ini melibatkan seorang ahli simbologi dari Universitas Harvard yang bernama Robert Langdon. Novel ini menggunakan berbagai macam kebohongan umum tentang konflik yang terjadi antara ilmu pengetahuan dan agama, dengan penekanan khusus pada kebencian dan ketakutan Gereja Katolik terhadap sains. Di mana Calon Paus terbunuh oleh orang dekatnya (dianggap anak) yang ternyata adalah salah satu kaum iluminati, akan tetapi akhirnya si iluminasi ini bunuh diri demi harkat martabat agama/vatikan, marwahnya terjaga. Namun, ini adalah fiksi dimana pertentangan kaum ilmuwan (iluminati) dan gereja karena "agama sebagai candu" pernah menghantui dan menghantam umat manusia, ideologi itu akhirnya memunculkan perang abadi, dan itu terus berurat berakar. Ilmu Pengetahuan berdiri sendiri, Gereja mengemban tugasnya sendiri. Masing-masing tak terbantahkan akibat fosil konspirasi "Candu Agama" pernah berseteru. Memang ini akan kerap dan sering jadi adagium, istilah untuk penghancuran massal, di mana "Agama Sebagai Candu" bisa-bisa seringkali disalahgunakan, dan memang terjadi.
Pencarian misteri ini melibatkan seorang ahli simbologi dari Universitas Harvard yang bernama Robert Langdon. Novel ini menggunakan berbagai macam kebohongan umum tentang konflik yang terjadi antara ilmu pengetahuan dan agama, dengan penekanan khusus pada kebencian dan ketakutan Gereja Katolik terhadap sains. Di mana Calon Paus terbunuh oleh orang dekatnya (dianggap anak) yang ternyata adalah salah satu kaum iluminati, akan tetapi akhirnya si iluminasi ini bunuh diri demi harkat martabat agama/vatikan, marwahnya terjaga. Namun, ini adalah fiksi dimana pertentangan kaum ilmuwan (iluminati) dan gereja karena "agama sebagai candu" pernah menghantui dan menghantam umat manusia, ideologi itu akhirnya memunculkan perang abadi, dan itu terus berurat berakar. Ilmu Pengetahuan berdiri sendiri, Gereja mengemban tugasnya sendiri. Masing-masing tak terbantahkan akibat fosil konspirasi "Candu Agama" pernah berseteru. Memang ini akan kerap dan sering jadi adagium, istilah untuk penghancuran massal, di mana "Agama Sebagai Candu" bisa-bisa seringkali disalahgunakan, dan memang terjadi.
Wallahu'alam.
No comments:
Post a Comment