Mengulik Presidential Threshold 20%-25% - Indowordnews

Breaking

21 July 2017

Mengulik Presidential Threshold 20%-25%

Mengulik Presidential Threshold 20%-25%
Presidential Threshold atau ambang batas calon Presiden.
Persoalan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) dalam pemilihan presiden 2014 lalu sampai saat ini sempat mengalami perdebatan yang panjang. Baru, pukul 00.10 wib, 21 Juli 2017 di Senayan Jakarta, DPR akhirnya memutuskan dan mengesahkan RUU Pemilu 2019 mendatang.

Sidang Paripurna Pengesahan RUU menjadi UU Pemilu 2019 tersebut sempat juga di warnai oleh abstainnya Empat Partai besar seperti Demokrat, PAN, PKS dan Gerindra.

Presidential threshold yang akhirnya diputuskan adalah 20-25 persen, yakni 20 persen suara kursi di DPR atau 25 persen suara sah nasional. Ketentuan ini sudah diberlakukan pada Pemilu 2009 dan 2014 lalu.

Akan tetapi, pada dua pemilu sebelumnya, penyelenggaraan pemilu legislatif dan pemilihan presiden tidak digelar secara serentak. Pemilu 2019 mendatang, Pileg dan Pilpres bakal dilaksanakan serentak pada hari dan jam yang sama.
Mengulik Presidential Threshold 20%-25%
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo (kanan) menyerahkan laporan pandangan pemerintah kepada Ketua DPR Setya Novanto (kiri) disaksikan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah (kedua kiri) saat rapat sidang Paripurna DPR ke-32 masa persidangan V tahun sidang 2016-2017 di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (21/7/2017) dini hari/doc.kompas.
Secara aklamasi, opsi paket A disahkan. Opsi A ini terdiri dari sistem pemilu terbuka presidential threshold 20-25 persen, ambang batas parlemen 4 persen, metode konversi suara sainte lague murni, dan kursi dapil 3-10.

Keputusan diambil setelah empat fraksi yang memilih RUU Pemilu dengan opsi B, yaitu presidential threshold 0 persen.

Akhirnya, DPR Sahkan RUU Pemilu, Paket A Terpilih : "Presidential Threshold 20%.

Dengan demikian, DPR melakukan aklamasi untuk memilih opsi A, yaitu presidential threshold sebesar 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara nasional, karena peserta rapat paripurna yang bertahan berasal dari enam fraksi yang menyetujui opsi A. "Apakah Rancangan Undang-Undang Pemilu bisa disahkan menjadi undang-undang?" tutur Ketua DPR Setya Novanto, yang memimpin sidang. Peserta paripurna pun serentak menjawab, "Setuju..." DI SINI

Mendengar jawaban dari peserta rapat paripurna, Novanto pun segera mengetok palu tiga kali, tanda pengesahan UU Pemilu.

Sidang Paripurna DPR akhirnya menyepakati pengambilan keputusan, atas lima isu krusial. 6 fraksi koalisi pemerintah, memenangkan voting, dengan pilihan paket A. Sementara 4 fraksi non koalisi memilih walk out. 4 partai politik memutuskan untuk tidak ikut serta, atau walk out, dalam proses pengambilan putusan terkait ambang batas calon Presiden, Presidential Threshold, kamis malam. Ke empat fraksi ini menyatakan tidak bertanggungjawab atas hasil keputusan sidang paripurna.

Sahnya RUU menjadi UU Pemilu tidak berhenti di ruang sidang paripurna. Opini 0% kemudian masih terus bergulir, dan sebagian pihak masih mengkritisi masalah Presidential Threshold 20% dalam pengesahan RUU Pemilu itu. 

UU Pilpres harus diubah sehingga mampu menangkap jiwa dan norma yang ada dalam konstitusi terkait pilpres. Dengan kata lain, persoalan ambang batas tersebut akan memasung hak partai politik dan masyarakat yang menghendaki adanya alternatif capres.

Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu Fraksi yang walkout dalam penetapan Rancangan Undang-undang Pemilu di sidang paripurna, Jumat (21/7/17) dini hari. PKS bersama Gerindra, PAN dan Demokrat menolak salah satu poin dalam RUU Pemilu yaitu presidential threshold diputuskan tetap pada 20-25 persen. Mereka ingin presidential threshold 0 persen.

Melalui Wakil Ketua Dewan Majelis Syuro Hidayat Nur Wahid, pihak PKS bukan mempermasalahkan presidential threshold 0 persen. Hanya, karena ingin mencalonkan sendiri Presiden pada Pilpres tahun 2019. Alasan presidential threshold 0 persen tujuannya untuk mengakomodir partai-partai baru mau pun partai politik yang tak memiliki suara di DPR agar dapat mengusung calon mereka masing-masing. 

Contohnya, seperti Partai Idaman pimpinan Rhoma Irama, Perindo yang dipimpin oleh Hary Tanoesoedibjo dan Partai Bulan Bintang pimpinan Yusril Ihza Mahendra yang tak punya suara di DPR harus pula diperbolehkan mencalonkan Presiden, kata Hidayat Nur Wahid.

Jauh hari sebelumnya, Pemerintah tetap konsisten mengusung ambang batas bagi partai politik untuk menggusung calon presiden (presidential threshold) pada angka 20 persen kursi DPR atau 25 persen perolehan suara pemilu nasional. Karenanya, pemerintah menginginkan Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Pemilu (Pansus RUU Pemilu) di DPR menerima usulan itu.

Mengulik Presidential Threshold 20%-25%
Ilustrasi Presidential Threshold/Images.
Menurut Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo, konsistensi penting sebagaimana sebelumnya disampaikan Presiden Joko Widodo. Apalagi usulan tersebut juga sudah digunakan dan terbukti pilpres sebelumnya dapat berlangsung dengan baik. Kata Tjahjo Kumolo (Mendagri) bahwa Presiden Joko Widodo menginginkan agar politik negara kita ini semakin baik harus ada konsistensi, sehingga kalau yang sebelumnya sudah 20 persen kenapa mau kembali ke nol?

Arahan presiden tersebut menjadi acuan dasar bagi pihak Kemendagri konsisten mengusulkan agar Presidential Threshold sesuai dengan aturan yang ada pada undang-undang sebelumnya, yakni UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Jadi menurut Mendagri, ketentuan dalam undang-undang yang sudah baik, dipertahankan. Sementara yang belum sempurna disempurnakan. Demikian sikap pemerintah sebagaimana arahan presiden.

(mk)

No comments:

Post a Comment