Ada langkah jitu seorang yang didakwa sebagai penistaan agama (saat ini tiada korban yang meninggal dunia, hanyalah kepentingan politik saat itu kelompok anti melaporkannya bertubi-tubi), Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok ketika mencabut permohonan banding merupakan salah satu bukti kesetiaan Ahok pada sahabatnya yang juga presiden Indonesia, Joko Widodo. Jika proses hukum berjalan, mau tidak mau Presiden Jokowi akan dikait-kaitkan.
Di mana Presiden Jokowi lagi gencar-gencar sedang dianggap melakukan gaya pemerintahan otoriter yang mengkriminalisasi Ulama, namun tak seorangpun yang dianggap Ulama akhirnya masuk bui sejamannya sejak memanasnya demo berjilid-jilid hingga penentuan vonis hakim bagi Ahok.
Cukup yang kini mendekam dipenjara hanyalah Ahok, sedangkan Buni Yani yang telah divonis 1,5 tahun masih berkeliaran bebas mengajar dan bersosialisasi.
Dalam contoh kecil lain, adanya ulama yang katanya juga dikriminalinalisasi, Al-Khaththath aktifis FUI, organisasi yang pernah menelurkan wacana NKRI Bersyariah bersama Front Pembela Islam (FPI). Tujuan wacana itu adalah menerapkan hukum Islam di Indonesia.
Bersama FUI pula Al-Khaththath pernah menggalang kekuatan massa Islam meneruskan aksi-aksi demonstrasi menuntut hukuman bagi Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), terdakwa penista agama. Al-Khaththath kembali menggalang kekuatan setelah sejumlah tokoh 411 dan 212 dijerat kasus hukum.
Al-Khaththath sendiri yang terjerat kasus hukum. Dia diduga waktu itu terlibat dalam pemufakatan makar untuk menggulingkan pemerintahan yang sah. Al-Khaththath sempat ditahan aparat kepolisian, namun kini telah bebas tanpa ada jeratan hukum berlanjut.
Sementara Rizieq Shihab yang terjerat kasus pelecehan Pancasila dan Chatt Mesum hingga hari ini tak tersentuh hukum. Proses hukum yang dijalani masih sebatas pemanggilan keterangan dan persidangan dimuka pengadilan saat ditentukan sebagai tersangka, artinya masih belum ada penentuan keputusan hukum berkekuatan hukum tetap akan tetapi ia justeru telah kabur terlebih dahulu, masih sebatas ingin dimintai keterangan lanjutan di muka hakim dan pemanggilan polisi.
Apakah Jokowi mengkriminalisasi Ulama? Jawabannya tidak!
Beruntung di zaman SBY justeri Rizieq dan Abu Bakar Ba'asyir malah sangat dramatis mendekam dibalik jeruji, saat itu tidak ada demo berjilid-jilid dan mengatakan ulama dikriminalisasi. Hanya beruntungnya, mantan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sudah cukup berterima kasih kepada pemerintah SBY yang telah menangkap Ketua Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq saat itu.
"Terima kasih kepada pemerintah SBY yang telah menangkap Habib Rizieq dan kawan-kawan untuk diperiksa," kata Gus Dur.
Habib Rizieq ditangkap dan ditahan karena menjadi tersangka kasus rusuh 1 Juni 2008. Habib Rizieq dinilai sebagai orang yang paling bertanggung jawab atas serangan massa FPI kepada massa Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragam dan Berkeyakinan (AKKBB).
Menurut Gus Dur, aksi 1 Juni itu sebenarnya sudah diketahui polisi. Tetapi dibuat oleh polisi, sebenarnya hari ini aparat masih berada dibalik Rizieq. Rizieq termasuk orang kebal hukum di negeri ini, hanya saja pentolan pendemo justeru kembali menyalahkanbalik pemerintahan Jokowi yang malah mengasihani Rizieq CS tanpa ada proses hukum berlanjut, selain Ahok.
Gus Dur saat itu sudah siap menentang jika surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri dikeluarkan untuk membubarkan Ahmadiyah yang akan keluar. "Tidak boleh organisasi dibubarkan jika tidak melanggar seperti FPI," kata Gus Dur saat itu.
Ustadz Abu Bakar Ba'asyir sendiri di era SBY (2010) ditangkap berkaitan dengan keterlibatan langsungnya dalam rencana teror. Dalam konferensi pers di Jakarta hari Senin (9/8/2010) Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Edward Aritonang, menjelaskan Ba'asyir berperan aktif dalam rencana awal pembentukan "qoidah aminah" atau basis aman bagi gerakan terorisme di Aceh.
Selaku pimpinan Pesantren Al-Mukmin Ngruki, Solo Ba'syir ditengarai polisi telah menunjuk Dulmatin yang ditembak mati pasukan antiteror beberapa waktu lalu di Pamulang, Tangerang, sebagai pemimpin lapangan rencana tersebut. Ia mengetahui semua rangkaian pelatihan dan rencana-rencana yang berlangsung di Aceh karena beliau secara rutin mendapat laporan dari pengelola lapangan. Abu Bakar Ba'asyir, saat itu berumur 72 tahun, ditangkap di Banjar, Jawa Barat dan dibawa ke Mabes Polri dengan pengawalan ketat oleh personel Densus 88.
Ba'asyir kini menjalani masa pidana setelah majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis 15 tahun penjara pada 2011. Majelis menilai Ba'asyir terbukti melakukan suasana teror dengan pelatihan militer di Bukit Jalin Jantho, Aceh.
Adapun, Jonru ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan ujaran kebencian tentang unggahan-unggahannya di akun media sosial pribadinya. Ujaran kebencian itu dinilai telah menyinggung Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan yang dilaporkan oleh masyarakat, bukan atas tindakan otoriter oleh negara.
Muannas Al Aidid, pelapor Jonru Ginting beralasan mengapa ia melaporkan Jonru, dari sejumlah bukti yang menyebabkan Jonru dilaporkan ke Polda Metro Jaya, ia menilai, Jonru kerap mengunggah konten tulisan yang mengandung fitnah.
Muannas menelusuri, unggahan konten Jonru yang mengandung konten negatif itu beredar dari 2014 sampai 2017. Mengingat jumlah pengikut Jonru yang banyak, unggahan itu pun telah menyebar di media sosial. Muannas juga turut melampirkan postingan Jonru terkait asal usul Jokowi yang dinilainya fitnah.
Jonru disangkakan melanggar Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45A ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Jonru juga dijerat dengan Pasal 4 huruf b angka 1 juncto Pasal 16 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi, Ras dan Etnis serta Pasal 156 KUHP.
Di mana Presiden Jokowi lagi gencar-gencar sedang dianggap melakukan gaya pemerintahan otoriter yang mengkriminalisasi Ulama, namun tak seorangpun yang dianggap Ulama akhirnya masuk bui sejamannya sejak memanasnya demo berjilid-jilid hingga penentuan vonis hakim bagi Ahok.
Cukup yang kini mendekam dipenjara hanyalah Ahok, sedangkan Buni Yani yang telah divonis 1,5 tahun masih berkeliaran bebas mengajar dan bersosialisasi.
Dalam contoh kecil lain, adanya ulama yang katanya juga dikriminalinalisasi, Al-Khaththath aktifis FUI, organisasi yang pernah menelurkan wacana NKRI Bersyariah bersama Front Pembela Islam (FPI). Tujuan wacana itu adalah menerapkan hukum Islam di Indonesia.
Bersama FUI pula Al-Khaththath pernah menggalang kekuatan massa Islam meneruskan aksi-aksi demonstrasi menuntut hukuman bagi Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), terdakwa penista agama. Al-Khaththath kembali menggalang kekuatan setelah sejumlah tokoh 411 dan 212 dijerat kasus hukum.
Al-Khaththath sendiri yang terjerat kasus hukum. Dia diduga waktu itu terlibat dalam pemufakatan makar untuk menggulingkan pemerintahan yang sah. Al-Khaththath sempat ditahan aparat kepolisian, namun kini telah bebas tanpa ada jeratan hukum berlanjut.
Rizieq saat berfoto menjadi DPO kasus chat mesum |
Apakah Jokowi mengkriminalisasi Ulama? Jawabannya tidak!
Beruntung di zaman SBY justeri Rizieq dan Abu Bakar Ba'asyir malah sangat dramatis mendekam dibalik jeruji, saat itu tidak ada demo berjilid-jilid dan mengatakan ulama dikriminalisasi. Hanya beruntungnya, mantan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sudah cukup berterima kasih kepada pemerintah SBY yang telah menangkap Ketua Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq saat itu.
"Terima kasih kepada pemerintah SBY yang telah menangkap Habib Rizieq dan kawan-kawan untuk diperiksa," kata Gus Dur.
Abu Bakar Baasyir dan Habib Riziq |
Menurut Gus Dur, aksi 1 Juni itu sebenarnya sudah diketahui polisi. Tetapi dibuat oleh polisi, sebenarnya hari ini aparat masih berada dibalik Rizieq. Rizieq termasuk orang kebal hukum di negeri ini, hanya saja pentolan pendemo justeru kembali menyalahkanbalik pemerintahan Jokowi yang malah mengasihani Rizieq CS tanpa ada proses hukum berlanjut, selain Ahok.
Gus Dur saat itu sudah siap menentang jika surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri dikeluarkan untuk membubarkan Ahmadiyah yang akan keluar. "Tidak boleh organisasi dibubarkan jika tidak melanggar seperti FPI," kata Gus Dur saat itu.
Ustadz Abu Bakar Ba'asyir sendiri di era SBY (2010) ditangkap berkaitan dengan keterlibatan langsungnya dalam rencana teror. Dalam konferensi pers di Jakarta hari Senin (9/8/2010) Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Edward Aritonang, menjelaskan Ba'asyir berperan aktif dalam rencana awal pembentukan "qoidah aminah" atau basis aman bagi gerakan terorisme di Aceh.
Selaku pimpinan Pesantren Al-Mukmin Ngruki, Solo Ba'syir ditengarai polisi telah menunjuk Dulmatin yang ditembak mati pasukan antiteror beberapa waktu lalu di Pamulang, Tangerang, sebagai pemimpin lapangan rencana tersebut. Ia mengetahui semua rangkaian pelatihan dan rencana-rencana yang berlangsung di Aceh karena beliau secara rutin mendapat laporan dari pengelola lapangan. Abu Bakar Ba'asyir, saat itu berumur 72 tahun, ditangkap di Banjar, Jawa Barat dan dibawa ke Mabes Polri dengan pengawalan ketat oleh personel Densus 88.
Ba'asyir kini menjalani masa pidana setelah majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis 15 tahun penjara pada 2011. Majelis menilai Ba'asyir terbukti melakukan suasana teror dengan pelatihan militer di Bukit Jalin Jantho, Aceh.
Jonru saat praperadilannya ditolak karena hakim menganggap penetapan tersangka terhadapnya memenuhi syarat. (ANTARA FOTO) |
Muannas Al Aidid, pelapor Jonru Ginting beralasan mengapa ia melaporkan Jonru, dari sejumlah bukti yang menyebabkan Jonru dilaporkan ke Polda Metro Jaya, ia menilai, Jonru kerap mengunggah konten tulisan yang mengandung fitnah.
Muannas menelusuri, unggahan konten Jonru yang mengandung konten negatif itu beredar dari 2014 sampai 2017. Mengingat jumlah pengikut Jonru yang banyak, unggahan itu pun telah menyebar di media sosial. Muannas juga turut melampirkan postingan Jonru terkait asal usul Jokowi yang dinilainya fitnah.
Muannas Al Aidid, pelapor Jonru Ginting menjalani pemeriksaan di Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, Senin (4/9). |
Jonru juga dijerat dengan Pasal 4 huruf b angka 1 juncto Pasal 16 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi, Ras dan Etnis serta Pasal 156 KUHP.
[embo]
No comments:
Post a Comment