GENNARO Ivan Gattuso kembali mengaum dan adrenalin AC Milan pun bergejolak. Di pinggir lapangan, Senin 26 Februari, Si Ringhio — julukan Gattuso yang berarti ‘yang mengaum’ — beradu mulut dengan bek AS Roma Aleksandar Kolarov. Entah apa yang mereka perdebatkan tapi sepuluh menit kemudian keduanya saling berpelukan.
Itulah Gattuso yang diingat banyak orang. Dia belum berubah. Dia piawai memainkan urat saraf saat laga. Hasilnya, adrenalin pasukannya terpacu. Si Setan pun menundukkan Serigala Ibukota 2-0 di Stadion Olimpico.
Keraguan banyak orang sebenarnya wajar. Karir kepelatihan Gattuso tak secemerlang deretan legenda eks pelatih Milan, seperti Arrigo Sacchi dan Carlo Ancelotti. Bahkan jika dibandingkan dengan Montella sekalipun, Gattuso hanyalah medioker. Dia dipecat dua klub kecil, FC Sion (Swiss) dan Palermo (Italia), hanya setelah beberapa pekan melatih.
Selama bermain untuk Milan pada 1999 hingga 2012, Gattuso juga bukan “permain cerdas”, yang biasanya menjadi basis bagi seorang peracik taktik. Dia tak dianugerahi skill seorang gelandang. Dia kerap dianggap lebih mengandalkan kemampuan fisik ketimbang visi bermain.
Namun, tak ada yang membantah duetnya dengan Andrea Pirlo di lapangan tengah Milan dan tim nasional Italia membawa keseimbangan kepada tim. Agresivitas dan keuletan Gattuso membuat Pirlo bisa memaksimalkan kreativitasnya. Duet inilah yang menghadirkan masa keemasan terakhir bagi Diavolo dengan dua titel Serie A dan dua gelar Liga Champions Eropa serta bagi Italia dengan titel Piala Dunia 2006.
Kini, di era Milan pada dekade kedua Abad ke-21, orang melihat kemampuan lain seorang Gattuso: peracik taktik andal dan motivator ulung. Di bawah asuhan Gattuso, Leonardo Bonucci dan kolega mencatat 12 laga tanpa terkalahkan sejak 24 Desember 2017 dengan 9 kemenangan dan 3 seri di semua ajang kompetisi.
Milan memang berlum beranjak dari posisi ketujuh di klasemen sementara Serie A sejak ditinggalkan Montella. Namun, jarak poin dengan rival-rivalnya terus terpangkas. Dengan klub sekota Inter Milan di posisi keempat, Milan hanya berjarak tujuh poin. Walhasil, Milan masih memelihara ambisi untuk tampil di Liga Champions Eropa musim depan, kompetisi tertinggi di Benua Biru yang sudah empat tahun tak mereka cicipi.
Gattuso mengubah skema permainan 3-4-3 racikan Montella menjadi 4-3-3. Dalam skema ini, karakter permainan Milan muncul: cepat di depan dan liat di belakang. Satu pemain yang bersinar adalah Patrick Cutrone. Penyerang 20 tahun itu sudah mencetak delapan gol sejak Gattuso memimpin di ruang ganti Milan. Rossoneri pun menorehkan rekor clean sheet alias tak kebobolan selama delapan laga.
“Bulan pertama terasa sulit,” kata Gattuso seperti dikutip dari ESPN. “Tapi para pemain selalu mendengarkan saya dalam segala hal dan sekarang kami tak terkalahkan dalam 12 laga.”
Pemain Milan, Franck Kessie, mengatakan suasana Milan kian bergairah sejak kedatangan Gattuso. “Dia membuat kami bekerja keras,” ujar gelandang asal Pantai Gading itu. “Bersama Montella, kami tak cukup bekerja keras tapi kini berbeda bersama Gattuso.”
Kepercayaan pasukan Diavolo kini sedang tinggi-tingginya. Milan masih memiliki kesempatan untuk merengkuh dua trofi musim ini. Mereka akan menghadapi Lazio di semifinal Coppa Italia dan Arsenal di Babak 16 Besar Liga Europa.
Sumber: INDOPRESS.ID
m.k.
Itulah Gattuso yang diingat banyak orang. Dia belum berubah. Dia piawai memainkan urat saraf saat laga. Hasilnya, adrenalin pasukannya terpacu. Si Setan pun menundukkan Serigala Ibukota 2-0 di Stadion Olimpico.
— AC Milan News Update (@MilanUpdate) 26 Februari 2018Ditunjuk menggantikan Vicenzo Montella pada November tahun lalu, Gattuso diragukan banyak orang. Bahkan, seperti ditulis kolumnis Football Italia, Susy Campanale, fans Rossoneri paling optimistis sekalipun tak mereken eks gelandang pengangkut air itu.
Keraguan banyak orang sebenarnya wajar. Karir kepelatihan Gattuso tak secemerlang deretan legenda eks pelatih Milan, seperti Arrigo Sacchi dan Carlo Ancelotti. Bahkan jika dibandingkan dengan Montella sekalipun, Gattuso hanyalah medioker. Dia dipecat dua klub kecil, FC Sion (Swiss) dan Palermo (Italia), hanya setelah beberapa pekan melatih.
Selama bermain untuk Milan pada 1999 hingga 2012, Gattuso juga bukan “permain cerdas”, yang biasanya menjadi basis bagi seorang peracik taktik. Dia tak dianugerahi skill seorang gelandang. Dia kerap dianggap lebih mengandalkan kemampuan fisik ketimbang visi bermain.
Namun, tak ada yang membantah duetnya dengan Andrea Pirlo di lapangan tengah Milan dan tim nasional Italia membawa keseimbangan kepada tim. Agresivitas dan keuletan Gattuso membuat Pirlo bisa memaksimalkan kreativitasnya. Duet inilah yang menghadirkan masa keemasan terakhir bagi Diavolo dengan dua titel Serie A dan dua gelar Liga Champions Eropa serta bagi Italia dengan titel Piala Dunia 2006.
Gattuso, semasa memperkuat Milan |
Milan memang berlum beranjak dari posisi ketujuh di klasemen sementara Serie A sejak ditinggalkan Montella. Namun, jarak poin dengan rival-rivalnya terus terpangkas. Dengan klub sekota Inter Milan di posisi keempat, Milan hanya berjarak tujuh poin. Walhasil, Milan masih memelihara ambisi untuk tampil di Liga Champions Eropa musim depan, kompetisi tertinggi di Benua Biru yang sudah empat tahun tak mereka cicipi.
Gattuso mengubah skema permainan 3-4-3 racikan Montella menjadi 4-3-3. Dalam skema ini, karakter permainan Milan muncul: cepat di depan dan liat di belakang. Satu pemain yang bersinar adalah Patrick Cutrone. Penyerang 20 tahun itu sudah mencetak delapan gol sejak Gattuso memimpin di ruang ganti Milan. Rossoneri pun menorehkan rekor clean sheet alias tak kebobolan selama delapan laga.
“Bulan pertama terasa sulit,” kata Gattuso seperti dikutip dari ESPN. “Tapi para pemain selalu mendengarkan saya dalam segala hal dan sekarang kami tak terkalahkan dalam 12 laga.”
Pemain Milan, Franck Kessie, mengatakan suasana Milan kian bergairah sejak kedatangan Gattuso. “Dia membuat kami bekerja keras,” ujar gelandang asal Pantai Gading itu. “Bersama Montella, kami tak cukup bekerja keras tapi kini berbeda bersama Gattuso.”
Kepercayaan pasukan Diavolo kini sedang tinggi-tingginya. Milan masih memiliki kesempatan untuk merengkuh dua trofi musim ini. Mereka akan menghadapi Lazio di semifinal Coppa Italia dan Arsenal di Babak 16 Besar Liga Europa.
Sumber: INDOPRESS.ID
m.k.
No comments:
Post a Comment