Mengapa Mengungsi Ke Negeri Kafir? - Indowordnews

Breaking

06 September 2015

Mengapa Mengungsi Ke Negeri Kafir?

Mengapa Mengungsi Ke Negeri Kafir?
Mengapa para pengungsi dari Suriah berbondong-bondong ke Eropa, bukannya ke negeri-negeri Islami? Mengapa bangsa-negara Islami tampaknya kurang perduli dan aktif menampung?

Begitu pertanyaan sebuah posting di FB beberapa hari yang lalu. Pertanyaan itu sangat menggelitik. Maklum selama ini kita banyak mendengar seruan solidaritas “saudara seiman” di kalangan komunitas Muslim. Apakah gemerlap ekonomi-teknologi-liberalisme-konsumerisme-gaya hidup di Eropa lebih memikat para pengungsi dari Timur Tengah yang tercabik-cabik perang dengan nuansa agama berkadar tinggi? Padahal Eropa tidak bebas dari Islam-fobia dan diskriminasi terhadap Muslim/ah.
Mengapa Mengungsi Ke Negeri Kafir?
Sebagai orang awam dalam soal tersebut, semestinya saya bisa mengabaikan atau melupakan pertanyaan itu. Tapi ternyata sulit, walau saya sudah lupa sumber pertanyaan itu. Maklum, karena masalah pengungsi Suriah menjadi berita utama selama berminggu-minggu dalam siaran berita dunia yang ditayangkan di Australia, tempat saya tinggal saat ini. Berbagai berita itu berpusat pada kewalahan bangsa-negara di Eropa Barat karena dibanjiri para pengungsi dari Suriah.
Mengapa Mengungsi Ke Negeri Kafir?
Jerman menjadi pahlawan, karena kesediaannya menerima jumlah pengungsi terbesar (sekitar 800 ribu) beberapa kali lipat melampaui  kesediaan negara-negara Eropa lainnya. Yunani dan Italia juga menerima banyak keplok, karena menjadi tempat penampungan sementara para pengungsi dari Timur Tengah yang ingin melanjutkan perjalanan ke Jerman, Inggris dan Perancis sebagai tujuan akhir.

Setelah sedikit menengok laporan dari beberapa sumber, saya paham bahwa tidak sepenuhnya benar jika dikatakan negeri-negeri bermayoritas Muslim tidak menampung para pengungsi dari perang-saudara di Suriah. Berbagai negeri tetangga seperti Lebanon, Turki, Yordania, dan Irak, menampung banyak pengungsi ini. Walau bukan negara kaya Lebanon menjadi penampung paling banyak di dunia jika dihitung per jumlah penduduk lokal (bukan jumlah absolut).

Mungkin yang lebih tepat dipertanyakan adalah – dan sekarang mulai digugat beberapa orang – mengapa negeri-negeri Islami sangat kaya di Timur Tengah tampaknya tidak berminat menampung para pengungsi ini: Arab Saudi, Kuwait, Qatar, Emirates, Bahrain. Apakah kelas sosial ikut memperparah masalah pengungsi yang sebenarnya merupakan masalah kemanusiaan?
Mengapa Mengungsi Ke Negeri Kafir?
Banjir pengungsi sudah memecahkan rekor sejak Perang Dunia Kedua. Mereka sebagian dari korban perang yang, tragisnya lagi, merupakan perang antar manusia se-agama dengan sejarah kebudayaan yang sama atau berkait-erat, cuma berbeda aliran dalam agama yang sama.

Sementara itu untuk kelas menangah Indonesia ada pertanyaan lain yang tidak mampu saya jawab sendiri. Ketika konflik yang tersebar di berbagai wilayah dunia sudah mencapai tingkat parah, berita utama di media massa Indonesia selama bertahun-tahun masih berkutat pada pernyataan dan perilaku beberapa gelintir individu elit politik. Seakan-akan gejolak dunia bisa diabaikan. Sebagian besar perhatian dan perdebatan publik tidak berkutik keluar dari isu yang disodorkan media arus utama itu, dan menjangkau masalah-masalah global yang dampaknya bisa terasa secara sangat lokal. Apakah kelas-menengah Indonesia memang bermental katak dalam tempurung, atau ikan hui yang berenang dalam segelas air?



em.


No comments:

Post a Comment