Sri Mulyani &Darmin Nasution, Perkonomian 2017 Kabinet Ekonomi. |
Konon beritanya, anggota Pansus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi bisa melakukan pembekuan anggaran Polri dan KPK Tahun 2018. Alasannya sepele, mengenai tidak dihadirkannya Miryam S. Haryani di Gedung DPR oleh kedua instansi itu. Isu ini beredar melalui wawancara awak media kepada salah satu anggota Pansus Hak Angket DPR tersebut, Misbakhun (Fraksi Partai Golkar). Miryam S. Haryani adalah saksi untuk kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP. Miryam pernah mengaku diancam kolega-koleganya untuk tidak membeberkan secara lengkap kasus korupsi e-KTP, di Kantor KPK. Akibatnya, membuat ia menjadi tersangka dalam keterangan palsu dan diminta hadir ke DPR untuk dimintai klarifikasi melalui hak angket.
Misbakhun, Fahry Hamzah _ Anggota Pansus Hak Angket DPR |
Yang tak kalah garangnya, ialah Fahri Hamzah (Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat) sangat setuju bila Panitia Khusus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merekomendasikan Komisi Hukum DPR 'memboikot rapat pembahasan Rancangan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara 2018 bersama Kepolisian RI dan KPK'. Fahri beranggapan, DPR ini sebagai Lembaga Pengawas Tertinggi, harus bisa mendisiplinkan lembaga-lembaga negara yang tidak mau diawasi. "DPR harus memulai tradisi mendisiplinkan pejabat negara yang berhubungan dengan DPR," kata Fahri lewat pesan pendek menanggapi usul pemboikotan rapat pembahasan anggaran kepolisian dan KPK, Rabu, 21 Juni 2017.(Tempo).
Dari tarik ulur ini, Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian menyatakan malah menolak menjemput paksa Miryam jika tidak hadir setelah dipanggil DPR tiga kali. Kapolri beralasan pemanggilan paksa itu tidak jelas hukum acaranya. Sedangkan, Wakil Ketua Panitia Angket Risa Mariska menanggapi usul Misbakhun 'memboikot pembahasan anggaran KPK dan kepolisian', belum pernah disepakati di internal pansus.
Namun, sikap DPR ini kemudian direspon dengan sikap dingin Pemerintah. Pemerintah menanggapi keinginan anggota Pansus Hak Angket DPR-RI yang akan membekukan pembahasan anggaran KPK dan Polri. Melalui Menteri Keuangan (Sri Mulyani), pihak Kemenkeu malah bingung dengan rencana DPR tersebut. Sri Mulyani, anggap 'rencana itu tidak akan berdampak apa-apa'. Senada dengan Sri Mulyani, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution juga menganggap 'ancaman DPR itu bukan sebagai ancaman'. 'Selain dasarnya belum jelas, pembahasan anggaran 2018 juga belum dimulai. "Itu dianggap ancaman juga belum. Ya, kita tidak berharaplah itu terjadi," ujar Darmin (Tempo).
Ini semua adalah alasan politis pihak DPR. Dengan siasat memboikot pembahasan Rancangan Anggaran KPK-Polri merupakan hal yang tidak aneh, jika ditarik benang merah permasalahannya ialah mengenai 'kasus kesaksian palsu' Miryam dalam kasus e-KTP yang akan membongkar se-isi gedung DPR, akhirnya menimbulkan kegaduhan dan perlawanan politik anggota pansus dengan menyerang Rencana Anggaran KPK-Polri yang dilaksanakan oleh Pemerintah. Keberhasilan untuk menggoyang pembahasan Rencana Anggaran ini tentu sangat mustahil terwujud mengingat setiap fraksi di DPR juga akan berbeda kepentingan.
Tentu ini bukanlah ancaman apa-apa, dibanding dengan chaosnya negara jika tidak diberdayakannya KPK-Polri. Indonesia butuh aparat berwenang menangani Perkara Korupsi yang merugikan negara selama ini. DPR sebagai Lembaga Pengawas Tertinggi belum tentu secepat KPK-Polri untuk mencegah dan menangkal Korupsi, justeru sebagian dari anggota DPR bisa-bisa malah membenarkan dan jadi lakon atas praktek korupsi itu. DPR bukan lah kelembagaan berwenang dalam pengambilan keputusan urusan penyelenggaraan negara, DPR hanya lembaga legislasi, pembuat aturan, memfasilitasi kepentingan suara rakyat dan hanya mengawasi pelaksanaannya, itu saja. Selama ini DPR tidak perlu ngotot memboikot pembahasan anggaran, hal ini malah bisa memperlemah kinerja KPK-Polri. Kapan bekerjanya alat negara. Karena anggaran lembaga-lembaga berwajib negara adalah bidang urusan pemerintah yang sah. (mk)
No comments:
Post a Comment