Ilustrasi (thinkstockphotos). |
Pernah sebelumnya, Presidium Alumni 212 dalam menggelar aksi damai. Massa akan menyiapkan 1.000 bendera Merah-Putih dalam aksi itu. Hal ini diungkapkan oleh Koordinator Lapangan Aksi 28/7/17. Di muat laman detik ia mengatakan "Kita akan siapkan 1.000 bendera Merah-Putih untuk menandakan Alumni 212 cinta Indonesia," Daud.
Ratusan Peserta Aksi 287 melakukan konvoi menuju Patung Kuda Monas. Mereka menuntut Perppu Ormas segera dicabut. (CNN Indonesiai). |
Minimnya bendera merah putih di tengah Aksi 287 bertolak belakang dengan pernyataan Koordinator Lapangan Alumni Aksi 212 tersebut di atas. Janji, merupakan tekad perbuatan dan dilaksanakan menurut kehendak sadar. Namun janji itu ternyata bukanlah milik segelintir orang. Sang penjahat pun masih punya janji, namun terkadang tidak ditepati. Kali ini, atas nama gerakan bercitrakan agama. Justeru janji pun ikut tergerus. Kemanakah janji setia akan cinta tanah air Indonesia, yang dikatakan semula?
Mungkin, sebab fakta lapangan. Massa juga terlihat tidak terorganisir dalam menjalani demonstrasi kali ini. Banyak massa yang terlihat bergerak tak seiring rombongan.
Massa aksi 287 mulai berkumpul di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat. Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) sang penggagas serta alumni aksi 212, Jumat (28/7/2017)/Kompas.com |
Saat ini, NU (Kebangkitan 'Ulama atau Kebangkitan Cendekiawan Islam) yang sudah 91 tahun perkembangannya. Sebuah perjalanan panjang dengan satu tekad yang terus dipupuk, kesetiaan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). NU diakui turut mengalami pahitnya penjajahan Belanda, dan pedihnya penjajahan Jepang. Kiprahnya sebagai Ormas terbesar Indonesia (pernah ikut menumpas PKI) masih kuat berpegang teguh pada khittah perjuangannya hingga jenjang internasional.
Tak mengerti khittah Muhammadiyah saat ini. Arah puritan-ismenya sangat kentara sesuai kiblat arus pemikiran Islam global. Ke timur, ke barat siap. Nyatanya, selama Aksi massa di mulai dengan Aksi 212 (konon 7 Juta Orang), Aksi 313 (konon katanya 4 Juta Orang) di situ terlihat Amin Rais bersuara lantang, Din Syamsuddin, kecuali Buya Ma'arif.
Jika Dahnil Anzar Simanjuntak atau yang akrab disapa Anin (Ketua Pemuda Muhammadiyah) justeru terlihat aktif tatkala gaung Pilkada DKI Jakarta, yang turut mengajukan tuntutan terhadap Ahok. Pedri Kasman sebagai tumbal untuk mengajukan berkas laporan dan menjadi saksi di persidangan. Jadi, kita paham arah Muhammadiyah saat ini kemana?
Mengutip sebuah catatan ringkas hasil Seminar “Membaca Islam Indonesia Paska Aksi Damai 212” dengan mengundang para pakar untuk berbincang tentang fenomena ini dengan menghadirkan analisis yang memperkirakan atau meramailkan ke arah mana Islam Indonesia akan bergerak di masa mendatang.
Setelah 18 tahun usia reformasi, tepatnya di penghujung tahun 2016, muncul sebuah corak baru perkembangan budaya organisasi Islam berwajah tak biasa. Perubahan tersebut bisa dilihat dari gerakan aksi damai 411 (November 2016) dan 212 (Desember 2016) yang menghadirkan wajah masyarakat musim yang berbeda dari sebelumnya. Siapa pun bisa saja membaca gerakan puritanisme atau revivalisme yang berkembang pasca reformasi, namun banyak pakar sosial yang belum bisa membaca model baru masyarakat muslim di era ini. Ini menandakan bahwa masyarakat muslim di era reformasi sangat dinamis, namun juga terdapat kemungkinan sebagai tanda bahwa umat Muslim tengah bergerak ke arah yang berbeda dari organisasi masyarakat tradisional semisal NU dan Muhammadiyah. Dalam fenomena baru itu, bukan saja tidak ada figur tunggal namun juga identitasnya sangat cair.
Pertanyaan lebih subtantif adalah apakah pendulum gerakan Islam sedang berayun menuju Indonesia yang makin konservatif, beragama secara lebih monolitik, intoleran dan menguatnya sentimen anti-Cina? Atau apakah ada bacaan lain yang memperlihatkan sikap umat yang lebih peduli pada isu-isu yang dianggap masalah dalam hubungan-hubungan sosial kebangsaan sekaligus mempertanyakan sikap dan ketegasan negara?
MUI lebih banyak didekati oleh kelompok-kelompok ‘kanan’, jarang sekali kelompok-kelompok pembela HAM, feminis, dan kelompok-kelompok progresif lain yang datang untuk sekedar bersilaturrahim dengan MUI. Bisa jadi, fatwa-fatwa MUI yang belakangan lebih banyak memihak kepada kelompok-kelompok ‘kanan’ itu karena tidak adanya pendekatan dari kelompok-kelompok progresif.
Counter terhadap penafsiran kitab suci tidak selalu efektif. Sebab banyak orang yang menjadi radikal/intoleran bukan karena terideologisasi oleh kitab suci, tetapi karena perasaan sosial ketertindasan: Islam tertindas dan terzhalimi. Makanya counter naratif harus dilakukan bukan hanya pada tafsir-tafsir atas kitab suci, tetapi juga atas realitas, sosial, ekonomi, politik. Selain itu, pandangan keagamaan moderat masih sangat minim, terlihat misalnya dengan maraknya website-website kelompok-kelompok Islamis di internet.
Aspek penguatan nilai. Dalam hal ini pemerintah harus membuat kebijakan dan menjalankannya secara lebih serius mengenai kebhinnekaan dan toleransi. Hal ini bisa diterjemahkan ke dalam kebijakan yang memastikan bahwa kurikulum-kurikulum di bawah Kementerian Pendidikan Nasional betul-betul mendukung kebhinnekaan, toleransi, dan anti-diskriminasi. Pemerintah juga harus memastikan setiap lembaga birokrasi dan aparatur negara menjalankan sistem non-diskriminasi.
(embo)
MUI lebih banyak didekati oleh kelompok-kelompok ‘kanan’, jarang sekali kelompok-kelompok pembela HAM, feminis, dan kelompok-kelompok progresif lain yang datang untuk sekedar bersilaturrahim dengan MUI. Bisa jadi, fatwa-fatwa MUI yang belakangan lebih banyak memihak kepada kelompok-kelompok ‘kanan’ itu karena tidak adanya pendekatan dari kelompok-kelompok progresif.
Counter terhadap penafsiran kitab suci tidak selalu efektif. Sebab banyak orang yang menjadi radikal/intoleran bukan karena terideologisasi oleh kitab suci, tetapi karena perasaan sosial ketertindasan: Islam tertindas dan terzhalimi. Makanya counter naratif harus dilakukan bukan hanya pada tafsir-tafsir atas kitab suci, tetapi juga atas realitas, sosial, ekonomi, politik. Selain itu, pandangan keagamaan moderat masih sangat minim, terlihat misalnya dengan maraknya website-website kelompok-kelompok Islamis di internet.
Aspek penguatan nilai. Dalam hal ini pemerintah harus membuat kebijakan dan menjalankannya secara lebih serius mengenai kebhinnekaan dan toleransi. Hal ini bisa diterjemahkan ke dalam kebijakan yang memastikan bahwa kurikulum-kurikulum di bawah Kementerian Pendidikan Nasional betul-betul mendukung kebhinnekaan, toleransi, dan anti-diskriminasi. Pemerintah juga harus memastikan setiap lembaga birokrasi dan aparatur negara menjalankan sistem non-diskriminasi.
(embo)
No comments:
Post a Comment