Fadli Zon. ©dpr.go.id |
Yang paling banyak menimbulkan polemik ialah penetapan presidential threshold 20-25 persen. Mereka yang menolak beralasan pembatasan presidential threshold tidak bisa dilakukan karena Pemilu Legislatif dan Presiden dilaksanakan serentak.
Namun Jokowi mempunyai pandangan lain dengan memberikan sebuah contoh. Bila ambang batas pencalonan presiden berlaku nol persen lantas ada satu partai yang mengusung lalu ternyata sukses mendapatkan kursi presiden, ia memprediksi partai itu akan kesulitan di parlemen. "Coba bayangkan nanti di DPR. Kami dulu yang 38 persen (koalisi partai) saja kan, waduh," ucap Jokowi.
Sebelumnya, kata Jokowi kenapa partai-partai yang menolak presidential threshold saat ini tapi tidak mempermasalahkan saat 2009 atau 2014 lalu. Mengingat sebelumnya bahwa parta-partai tersebut meminta dan mengikuti kok sekarang jadi berbeda.
Kembali kepada Fadli Zon. Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini menilai sikap Presiden Joko Widodo yang lantaran banyak pihak meributkan presidential threshold 20-25 persen menunjukkan logika yang salah. Sebab, format Pemilu 2009 dan 2014 berbeda dengan Pemilu 2019 yang digelar secara serentak dimana menggabungkan Pemilihan Presiden dan Pemilihan Legislatif.
"Itu yang saya katakan, Pak Jokowi ini enggak nyambung logikanya. Kenapa tidak ramai di dua periode, karena pemilunya tidak serentak. Makanya tidak ramai, Pileg dulu baru Pilpres," kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (31/7).
Sebagaimana di muat Merdeka, Menurutnya, ambang batas pencalonan presiden tidak bisa lagi digunakan karena Pilpres dan Pileg dilakukan bersamaan. "Pileg ketahuan hasilnya, baru Pilpres. Ya enggak ramai. Nah kalau sekarang ini ramai karena pemilunya serentak, lantas mau pakai threshold yang mana? Threshold bekas, yang dulu. Jadi ramai," sambungnya.
Fadli juga membantah calon presiden terpilih dengan ambang batas presiden 0 persen mendapat dukungan yang minim dari parlemen. Dia mencontohkan, saat Jokowi dan Basuki Tjahaja Purnama terpilih sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur di Pilgub DKI 2012 juga didukung oleh minoritas fraksi di DPRD. Namun, keduanya tetap bisa menjalankan pemerintahan.
"Jadi menurut saya itu tidak akan berpengaruh kepada dukungan di parlemen karena kita bukan sistem oposisi murni. Misalnya 20 persen yang 80 persen tidak kan sama saja. Jadi logikanya tidak masuk," tegasnya.
Presiden Jokowi heran banyaknya yang menolak presidential threshold (PT) atau ambang batas pencalonan presiden tetap 20-25 persen. Padahal angka tersebut sama dengan dua pemilu sebelumnya. Dia menyindir ada pihak yang dulu mendukung tapi sekarang menolak.
Hal ini dikatakan Jokowi saat dimintai tanggapannya soal pertemuan antara Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di Cikeas, Jawa Barat, Kamis (27/7).
Keduanya mengkritik keras presidential threshold 20-25 persen yang belum lama disahkan oleh DPR tersebut. Jokowi tak menyebut pasti siapa yang dulu ingin presidential threshold 20-25 persen dan kini justru malah menolaknya untuk diterapkan pada Pemilu 2019.
(embo)
No comments:
Post a Comment