Presidium 212 meminta MUI mengeluarkan fatwa. Kekuasaan bisa Allah cabut kapanpun - Indowordnews

Breaking

29 July 2017

Presidium 212 meminta MUI mengeluarkan fatwa. Kekuasaan bisa Allah cabut kapanpun

Presidium 212 meminta MUI mengeluarkan fatwa. Kekuasaan bisa Allah cabut kapanpun

Isu-isu kekuatan fatwa memang seringkali menelisik masuk ke alam kalbu bagi kaum umatan di negeri ini. Bahasanya sungguh ampuh membumi, terpatri di dalam otak, dada dan pikiran hati agar itu 'sakrament voice" (suara sakral) itu bisa dimanfaatkan demi kejatuhan kekuasaan.

Ketua tim advokasi ormas Islam, Kapitra Ampera, bersama 26 perwakilan ormas dan 26 penasihat hukum menyambangi Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat. Kedatangan mereka ke MK untuk mengajukan penolakan terhadap Perppu No 2 Tahun 2017 tentang ormas.

"Mengajukan judicial review Perppu No 2 Tahun 2017 tentang ormas, bahwa kami menganggap ada pasal yang krusial mengancam hak asasi masyarakat, khususnya hak berserikat dan berkumpul," kata Kapitra saat mendatangi Gedung MK, Jumat (28/7).

Dalam gugatannya, pihaknya menyatakan bahwa di Perppu itu ancaman untuk anggota ormas bisa dipidana 5 sampai 10 tahun.

"Kami melihat ada ancaman memprihatinkan, bahwa dari Perppu itu ancaman untuk anggota ormas bisa dipidana 5 sampai 10 tahun. Untuk itu kami ingin mengungkapkan apa yang ada di pikiran dan hati kami dan pikiran melalui cara yang bermartabat dengan mengajukan judicial review ke MK," katanya.

Ketua Presidium 212 Slamet Ma'arif mengajak umat Islam untuk bersatu dan menolak Perppu tersebut. "Mari sejenak tinggalkan perbedaan mazhab, perbedaan partai dan segala macamnya untuk kepentingan bangsa yang lebih tinggi," tegasnya. DISINI

Selain itu, dia meminta MK obyektif melihat kasus tersebut dan meminta Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa yang tidak memecah belah umat Islam. "Kepada Presiden Joko Widodo kami resolusikan bahwa kekuasaan dan amanah yang sekarang dipegangnya itu kekuasaan dari Allah yang diberikan pada tahun 2014. Bahwa kekuasaan itu bisa Allah cabut kapanpun," ujar Slamet.

Teringat akan pesan pengharapan (message of hope) bahwa "kekuasaan itu bisa Tuhan cabut kapan pun juga". Ini seringkali terucap dari nasihat dan kosa kata verbal dialek agama. Di lintas keagamaan memang kerap berpandangan hal yang sama.

Akan tetapi, seingat kita 72 tahun kekuasaan pemerintahan di Indonesia kerap pula berakhir dengan masa bhakti dan periode jabatan selama 5 sampai 10 tahun. Mantan Presiden SBY lah yang pertama menorehkan masa bhakti kekuasaan 2 periode berjalan dengan apa adanya, demokrasi.

Memang benar adanya. Belakangan ini, pihak-pihak yang masih merasa terzalimi "dalam tanda kutip". Sekian ngototnya, kerap menelurkan ide-ide meminta dikeluarkannya fatwa ini dan fatwa itu terkait era rezim Jokowi yang baru saja berumur 3 tahun lebih.

Seingat kita, belum pernah ada kekuasaan 'firaunisme' yang layak dimintai fatwa seiring perkembangan kekuasaan di Indonsia. Sejahat-jahatnya firaun belum tentu Allah semurka ini melihat Indonesia. Apa ini klise dan kamuflase untuk bermohon supaya dia itu memang layak berkuasa? Entahlah, kulit sama kuning, rambut sama ubanan, namun hati hanya Dia yang maha menerawang.
Presidium 212 meminta MUI mengeluarkan fatwa. Kekuasaan bisa Allah cabut kapanpun
Mantan Ketua MK Mahfud MD (/detikcom)
Perihal fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan hukum positif itu sendiri, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mohammad Mahfud MD pernah menegaskan bahwa fatwa adalah pendapat keagamaan, bukan hukum positif.

Hukum positif adalah semua yang ada dalam undang-undang dan diatur lembaga negara. Sedangkan MUI bukanlah lembaga negara. Pernyataannya itu disebutkan dalam diskusi bertajuk 'Fatwa MUI dan Hukum Positif' di PTIK, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Januari 2017.  Kata Mahfud, "Apa yang dikatakan hukum positif itu, hukum yang sedang berlaku, yang diberlakukan secara resmi oleh lembaga hukum negara. Nah MUI kan tidak pernah diberlakukan sebagai lembaga negara".

(Embo).

No comments:

Post a Comment