Perppu lazimnya dikeluarkan bila ada situasi darurat dan undang-undang yang ada dirasa kurang relevan dalam menyelesaikan permasalahan yang tengah dihadapi.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengatakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) pembubaran organisasi masyarakat (ormas) radikal menjadi payung hukum untuk memberdayakan ormas.
|
Wakil Ketua Komisi II DPR Ahmad Riza Patria di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (8/5/2017).docKOMPAS) |
Pentingnya Perppu merupakan tanggapan atau respon negara terhadap hal-hal yang bertentangan dengan ideologi negara. ISIS yang semakin berkumandang kuat di kawasan Asia, seperti Filipina merupakan sinyal bahwa negara Indonesia patut waspada jika sebagian oknum di Indonesia ini terlibat ISIS, ia akan menyebarkan doktrin ajaran radikalismenya.
Tidak hanya komunis, marxisme dan paham-paham lain yang diawasi pemerintah, termasuk doktrin radikal keagamaan pun diwaspadai masyarakat, bahaya, sebab bisa-bisa bom kerap meleduk. Para Politisi atau pihak-pihak yang mengkritisi Perppu ini diterbitkan, mereka seolah tidak menyadari bahaya laten yang kian mencengkram Indonesia, apalagi adanya ormas yang jelas-jelas menggaungkan anti Pancasila. Perlu dipikirkan bersama!
Ini Tiga Pertimbangan Pemerintah Menerbitkan Perppu Ormas
Menteri Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam), Wiranto saat konferensi pers di Gedung Kementerian Polhukam, Wiranto memberikan penjelasan mengenai penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017, sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Pemerintah memiliki dasar yang kuat untuk menerbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2017, yaitu aturan undang-undang yang tidak lagi memadai. Wiranto menjelaskan tiga pertimbangan pemerintah dalam penerbitan PERPPU.
Pertama, tindakan pemerintah sudah sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 139/PUU-VII/2009. "Presiden bisa mengeluarkan perppu atas dasar adanya keadaan yang membutuhkan atau keadaan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang," ujar Wiranto, dalam konferensi pers di kantor Kemenko Polhukam, Rabu (12/7/2017).
Kedua, terkait aturan hukum yang belum memadai. Menurut Wiranto, perppu bisa diterbitkan untuk memberikan solusi agar tidak terjadi kekosongan hukum. "Undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum. Atau ada undang-undang tetapi tidak memadai untuk menyelesaikan masalah hukum," ujar dia.
Youtube/BeritaSatuTV.
Ketiga, sambung Wiranto, Perppu bisa diterbitkan jika kekosongan hukum tersebut tidak bisa diatasi dengan cara membuat undang-undang baru. Mekanisme dan prosedur untuk membuat undang-undang baru memang membutuhkan jangka waktu yang panjang, dan itu jadi kendala."Sementara kondisinya harus segera diselesaikan. Kalau menunggu undang-undang yang baru tidak bisa, harus segera diselesaikan," kata Wiranto.
Tiga pertimbangan itulah yang menjadi pijakan pemerintah untuk menerbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 10 Juli 2017. "Perppu ini memang sudah dikeluarkan dua hari yang lalu," kata Wiranto.
Penetapan PERPU yang dilakukan oleh Presiden ini juga tertulis dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang berbunyi :
“Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.”
Menurut Jimly Asshiddiqi, Pasal 22 memberikan kewenangan kepada Presiden untuk secara subjektif menilai keadaan negara atau hal ihwal yang terkait dengan negara yang menyebabkan suatu undang-undang tidak dapat dibentuk segera, sedangkan kebutuhan akan pengaturan materiil mengenai hal yang perlu diatur sudah sangat mendesak sehingga Pasal 22 UUD 1945 memberikan kewenangan kepada Presiden untuk menetapkan peraturan pemerintah pengganti undangundang (Perpu)”.(Asshiddiqie, 2010: 209).
(embo)
No comments:
Post a Comment