Jalan Jatibaru, Tanah Abang, Jakarta Pusat/Petisi |
Sebenarnya bukan salah Bunda mengandung pertiwi ini, juga bukan salah Gaberner atau Wagakbenernya. Jakarta adalah corong Indonesia buat dunia memata matai, jika terlihat baik maka baik lah Indonesia dimata Ibu Kota buat semua mata dunia. Bukan hanya buat pedagang yang belum tentu juga warga asli Jakarta. Tapi Jakarta adalah milik Indonesia harus tak boleh merugikan satu pihak lain, sementara yang lain ada yang diuntungkan.
Itulah niat baik jika kita ingin memilih pemimpin yang berwawasan jauh ke depan bukan memanfaatkan hiruk pikuk kekuasaan semata.
Praktik gelap jual beli trotoar di Tanah Abang berhasil diungkap.
Praktik gelap ini diungkap oleh Tim Mata Najwa yang membuat reportase investigasi di trotoar Tanah Abang.
Dalam sebuah video yang diunggah di kanal Youtube Mata Najwa, dapat dilihat bagaimana praktik tersebut terlihat sangat rapi dan melibatkan banyak lapisan orang.
Selain itu, para pedagang pun masih harus berhadapan dengan pungutan liar yang harus dibayarkan setiap harinya.
Nilai pungutan liar tersebut yakni Rp 20 ribu per harinya.
Tim Mata Najwa pun membuat kalkulasi penghasilan yang didapat dari trotoar tersebut.
Trotoar dari Jalan Raya Jatibaru hingga Kebon Jati ini memiliki panjang 950 meter.
Trotoar sepanjang itu disinyalir dapat menampung sekitar 950 pedagang.
Kavlingan stand ditanah abang.
|
Sementara itu, untuk pungutan luar berarti ada Rp 19 juta per hari atau Rp6,84 miliar per tahunnya.
Dengan jumlah yang fantastis tersebut, Abraham Lunggana atau Haji Lulung pun memberikan komentarnya.
Menurutnya, ia meminta adanya sanksi pidana untuk pelaku jual beli trotoar tersebut.
Berikut video lengkap mengenai investigasi tersebut!
(*)
(edm.)
No comments:
Post a Comment