Anggota TGUPP DKI Bidang Pencegahan Korupsi: Nursyahbani, Aktivis LGBT dan Pembela PKI andil bersama AniesSandi - Indowordnews

Breaking

06 January 2018

Anggota TGUPP DKI Bidang Pencegahan Korupsi: Nursyahbani, Aktivis LGBT dan Pembela PKI andil bersama AniesSandi

Anggota TGUPP DKI Bidang Pencegahan Korupsi: Nursyahbani, Aktivis LGBT dan Pembela PKI andil bersama AniesSandi
Saat wawancara (10 November 2015), Nursyahbani Nursyahbani tidak takut "mati", dan tetap akan berangkat ke Belanda, menghadiri International People Tribunal, yang terkait dengan kasus "pembantaian PKI tahun l965./File: foto 
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengumumkan pembentukan komite baru bernama Komite Pencegahan Korupsi (PK) DKI Jakarta. Komite ini merupakan bagian dari Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan ( TGUPP).
Komite PK yang diketuai oleh mantan Komisiomer KPK, Bambang Widjojanto tersebut, memiliki empat orang anggota. Salah satunya aktivis LSM Hak Asasi Manusia Nursyahbani Katjasungkana.

Siapa Nursyahbani Katjasungkana?
Anggota TGUPP DKI Bidang Pencegahan Korupsi: Nursyahbani, Aktivis LGBT dan Pembela PKI andil bersama AniesSandi
Nursyahbani, kedua dari kiri, Anggota TGUPP bidang pemberantasan korupsi DKI Jakarta era Anies-Sandi.
Nursyahbani (mengenal kelima TGUPP DKI) bukanlah orang baru dalam memperjuangkan kesetaraan gender. Perempuan kelahiran Jakarta, 7 April 1955 ini merupakan aktivis emansipasi wanita di indonesia yang menjadi Sekretaris pertama Jenderal KPI (Koalisi Perempuan Indonesia) untuk Keadilan Dan Demokrasi (1998-2004).

Selain itu, adalah seorang pengacara feminis dan advokat hak asasi manusia perempuan. Pada tahun 1995, dia mendirikan Women's Association for Justice (APIK) dan mendirikan lembaga Bantuan Hukum Wanita di Jakarta, yang anggotanya awalnya direkrut dari mantan klien dan korban selamat dan dilatih sebagai paralegal. Selama reformasi tahun 1998, bersama beberapa aktivis perempuan lainnya, Nursyahbani mendirikan Koalisi Perempuan untuk Keadilan dan Demokrasi Indonesia, organisasi perempuan berbasis massa pertama di negara ini sejak tahun 1965, dan terpilih sebagai Sekretaris Jenderal pertamanya. [Dalam, wikipeacewomen.org:'“Strengthening and empowering the community is the key to change.”']

Ketika Nursyahbani Katjasungkana memulai karirnya sebagai pengacara dan direktur Bantuan Hukum Wanita Jakarta pada tahun 1987, profesinya adalah bidang yang didominasi laki-laki dan ungkapan seperti "hak perempuan", "feminisme" dan "kekerasan terhadap perempuan" bukan bagian dari bahasa. Tapi sejak dini, pengacara muda tersebut mengetahui status hukum perempuan dan hak perempuan Indonesia yang buruk. Hal ini menyebabkan dia menemukan Asosiasi Perempuan untuk Keadilan (APIK) dan Bantuan Hukum Perempuan untuk Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) pada tahun 1995.

Pendiri Jaringan Kartini, gender dan Studi Perempuan di Asia ini terkenal vokal dalam membela hak-hak minoritas gender lainnya seperti lesbian, gay, biseksual, transgender (LGBT).

Selain itu, Nursyahbani juga getol dalam menyuarakan tentang PKI dan menuntut pemerintah untuk meminta maaf karena dianggap telah melakukan kejahatan kemanusiaan. Beliau ini tergolong 'Prempuan Indonesia yang Anti Korupsi.
Foto: facebook.com/nursyahbani
Pada 22 Februari 2015 yang lalu, digelar hari ulang tahun Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP) 1965-1966 di sebuah kafe di Kota Bukittinggi, Sumatera Barat.

Nursyahbani Katjasungkana hadir dalam acara tersebut, bersama Ketua YPKP 65-66 Bejo Untung, Komisioner Komnas HAM Nur Khoiron, Ketua Lembaga Perlindungan Saksi Korban AH Semendawai, Komisioner Komnas Perempuan Soraya Kamaruzzaman, dan Feri dari Kontras.

Namun, acara tersebut dibatalkan. Sebab, ada protes dari warga Kelurahan Bukik Cangang Kayu Ramang, Kecamatan Guguak Panjang, Kota Bukittinggi.

Nursyahbani juga pernah berniat untuk mengajukan sidang pengadilan HAM kasus PKI dalam International People’s Tribunal. Sidang tersebut digelar pada November 2015 lampau di Den Haag, Belanda. Sikap tersebut kemudian mendapat kecaman dari sejumlah pihak, salah satunya dari Sejarawan Anhar Gonggong.

Anhar mengecam keras langkah Nursyahbani tersebut. Menurut Anhar, digelarnya pengadilan kasus 1965 di Den Haag merupakan kebodohan sejarah. Untuk itu, jika ada orang Indonesia yang ikut serta dalam pengadilan tersebut maka dia anggat tak memiliki nasionalisme.

Selain Anhar, kecaman juga datang dari pengamat hukum internasional Universitas Jendral Soedirman, Prof Ade Maman Suherman. Menurut Ade, sikap Nursyahbani sama saja mempermalukan bangsa Indonesia.

“Setelah tidak berhasil membujuk pemerintah Indonesia untuk meminta maaf, lalu dia pergi ke luar negeri agar diakui masyarakat internasional,” kata Ade.

Meski mendapat tentangan, Nursyahbani bersikeras dengan sikapnya menghadiri International People’s Tribunal tersebut. Dia mengaku tidak takut “mati” membela PKI, dan tetap akan berangkat ke Belanda.

Nursyahbani sendiri bertindak sebagai koordinator Umum Penyelenggara International People’s Tribunal di Belanda itu.

Nursyahbani berangkat ke Den Haag bersama pengacara Todung Mulya Lubis. Mereka akan melawan pemerintah Indonesia di hadapan 7 orang hakim, 6 jaksa dari manca negara.

Pengurus Suara Kita

Dalam hal memperjuangkan feminisme dan LGBT, Nursyahbani adalah pengurus dari organisasi ‘Suara Kita.’ Dia menjadi salah satu Dewan pengawas dan Dewan Pengurus organisasi tersebut untuk periode 2015 hingga 2020, bersama Irwan Matua Hidayana (Dosen Anthropologi dan Kajian Gender Universitas Indonesia), D’carlo Purba ( Adra Indonesia), Harry Kurniawan (Reutgers WPF), Ikram Baadillah (Dosen UNILA). (Baca: Malam Ramah Tamah SuaraKita).

Dilansir dari Fans Page Facebook resmi ‘Suara Kita’, organisasi ini memperjuangkan kesetaraan dan keadilan bagi LGBT sebagai warga negara, melalui pendidikan, media, kebudayaan dan perubahan kebijakan.

‘Suara Kita’ memiliki visi terwujudnya kesetaraan dan keadilan bagi LGBT sebagai warga negara Indonesia.

Selain itu mereka mereka juga memiliki misi antara lain mengembangkan pengetahuan publik tentang LGBT melalui media informasi, pendidikan kritis kebudayaan dan perubahan kebijakan, serta memperkuat jaringan untuk memperjuangkan kebijakan publik yang berpihak pada LGBT.

‘Suara Kita’ sendiri perpanjangan dari ‘Our Voice’, dimana website ‘Our Voice’ (www.ourvoice.or.id) kemudian diblokir oleh Kemenkominfo pada Mei 2013 lampau. Hingga kemudian ‘Our Voice’ diubah menjadi ‘Suara Kita’ (www.suaraKita.org).

Situs ‘Our Voice’ yang kemudian berubah menjadi ‘Suara Kita’ cukup rutin menyampaikan propaganda LGBT. Mulai dari menghelat kuliah umum, menerbitkan selebaran, film, bikin media.

Dilansir Republika.co.id, pada 2013 ‘Our Voice’ mendapat pendanaan dari lembaga Hivos Belanda, Indonesia Aids Coalition (IAC) dan Ford Foundation. Pada 2013, dana Our Voice Rp 344.269.581. Sumber dana HiVOS sebesar Rp 278.761.136; dan IAC sebesar Rp 57.402.445. Lalu, dari kegiatan fundraising terkumpul dana sebesar Rp 8.106.000. Demikian yang tertulis dalam dokumen laporan tahunan organisasi ini.

Baca Sumber, jurnalpolitik.id

Pemerintah Provinsi (#Pemprov) #DKIJakarta resmi membentuk #KomitePencegahanKorupsi (#KomitePK). Tujuannya, agar Pemprov DKI mampu mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (#goodgovernance) dan pemerintahan yang bersih (clean government). Komite PK dibentuk dengan landasan hukum Peraturan Gubernur Nomor 196 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur Nomor 187 tentang Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan. Komite ini akan dipimpin langsung oleh #BambangWidjojanto, yang pernah menjabat sebagai Wakil Ketua KPK. Sementara, sebagai Anggota Dewan yakni, #NursyahbaniKatjasungkana, Komjen Pol (Purn) #Oegroseno, #TatakUjiyati, dan #MuhammadYusuf. Gubernur DKI Jakarta, #AniesBaswedan menuturkan, prinsip tata pemerintahan yang baik adalah bersih, akuntabel, sesuai aturan hukum, efektif, efisien, dan partisipatif. "Komite ini akan mendorong pembangunan sistem data yang terintegrasi dan membangun integritas Aparatur Sipil Negara di Pemprov DKI," kata Anies, saat meresmikan Komite PK di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (3/1). Dijelaskannya, ada dua hal pokok yang menjadi agenda utama Komite PK yakni, di bidang tata kelola pemerintahan dan penyelamatan pendapatan asli daerah (PAD). Melalui cara ini, diharapkan Jakarta sebagai kota metropolitan dapat meningkatkan PAD serta membangun kota menjadi lebih berkualitas. "Komite PK akan menjadi penghubung antara Pemprov DKI dengan masyarakat dan lembaga negara lainnya seperti KPK dalam melakukan pengawasan serta pencegahan korupsi,” terangnya. Anies menambahkan, pembentukan Komite PK ini akan memungkinkan pemerintahan yang bersih dapat dilakukan secara berkelanjutan. "Kami ingin ada perubahan mendasar pada sistemnya. Sehingga terwujudnya pemerintahan yang bersih akan bersifat lestari dan berlangsung lama,” tandasnya. Reporter : Aldi Geri Lumban Tobing | Editor : Toni Riyanto Sumber:@beritajakarta
A post shared by Defna Nobirianto Putra (@defnaputra) on

Berita Unik di Tahun 2018, kemanakah arah angiiinn?? Jilid-jilid yuukk...

[embo]


No comments:

Post a Comment