Massa HTI datangi PTUN |
HTI itu organisasi politik lintas negara. Kalau dia masuk maka mengancam paham nasionalisme dan terobok-obok lah biduk Rumah Tangga, yang tadinya kita sepaham menjadi goyah akibat paham teokrasi yang masih dalam perdebatan.
Tidak seperti halnya WWF atau perwakilan Unicef dan atau foundation (Yayasan Kepedulian Internasional) masih dibolehkan sebab gerakannya peduli hanya khusus pada lingkungan dan flora-fauna, tetapi HTI dengan menggunakan prinsip khilafah ini yang membedakannya.
Terkait masalah siyasah atau Politik, dan akan membahayakan, sama seperti Komunis dan Paham yang bukan dari ideologi Pancasila. Sehingga rentan terobok-obok lah biduk Rumah Tangga Indonesia akibat masuknya paham luar.
Namun, berbeda dengan itu, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon justeru tetap mendukung upaya banding yang akan diajukan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) usai gugatannya ditolak Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Menurutnya, tiap warga negara memiliki hak berserikat dan berkumpul yang dijamin oleh konstitusi.
"Saya kira iya, karena mendukung dalam arti itu adalah hal yang dijamin dalam konstitusi. Jadi kita mendorong tidak boleh ada ormas yang diberangus oleh negara apalagi karena perbedaan-perbedaan sikap," kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (7/5).
Gerindra menyayangkan keputusan PTUN tersebut. Sebab, kata Fadli, HTI telah menyatakan mengakui Pancasila, UUD 1945 dan NKRI.
"Apalagi HTI itu sendiri kan menyampaikan bahwa mereka dalam satu posisi mendukung Pancasila dan UUD 1945," tegasnya.
Fadli menambahkan, Indonesia sebagai negara demokrasi seharusnya tidak asal membubarkan HTI hanya karena perbedaan sikap. Terlebih, Gerindra tidak melihat ada upaya melawan hukum yang dilakukan HTI sehingga bisa dibubarkan pemerintah.
"Jadi saya kira seharusnya tidak demikian, harusnya kalau kita negara demokrasi dan selama tidak ada tindakan-tindakan yang melawan hukum. Apalagi kekasaran yang selama ini yang saya tahu tidak dilakukan sama HTI," ungkapnya.
Tidak seperti halnya WWF atau perwakilan Unicef dan atau foundation (Yayasan Kepedulian Internasional) masih dibolehkan sebab gerakannya peduli hanya khusus pada lingkungan dan flora-fauna, tetapi HTI dengan menggunakan prinsip khilafah ini yang membedakannya.
Terkait masalah siyasah atau Politik, dan akan membahayakan, sama seperti Komunis dan Paham yang bukan dari ideologi Pancasila. Sehingga rentan terobok-obok lah biduk Rumah Tangga Indonesia akibat masuknya paham luar.
Namun, berbeda dengan itu, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon justeru tetap mendukung upaya banding yang akan diajukan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) usai gugatannya ditolak Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Menurutnya, tiap warga negara memiliki hak berserikat dan berkumpul yang dijamin oleh konstitusi.
"Saya kira iya, karena mendukung dalam arti itu adalah hal yang dijamin dalam konstitusi. Jadi kita mendorong tidak boleh ada ormas yang diberangus oleh negara apalagi karena perbedaan-perbedaan sikap," kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (7/5).
Gerindra menyayangkan keputusan PTUN tersebut. Sebab, kata Fadli, HTI telah menyatakan mengakui Pancasila, UUD 1945 dan NKRI.
"Apalagi HTI itu sendiri kan menyampaikan bahwa mereka dalam satu posisi mendukung Pancasila dan UUD 1945," tegasnya.
Fadli menambahkan, Indonesia sebagai negara demokrasi seharusnya tidak asal membubarkan HTI hanya karena perbedaan sikap. Terlebih, Gerindra tidak melihat ada upaya melawan hukum yang dilakukan HTI sehingga bisa dibubarkan pemerintah.
"Jadi saya kira seharusnya tidak demikian, harusnya kalau kita negara demokrasi dan selama tidak ada tindakan-tindakan yang melawan hukum. Apalagi kekasaran yang selama ini yang saya tahu tidak dilakukan sama HTI," ungkapnya.
Sebenarnya telah terang benderang bahwa Khilafah dinilai dari sisi ketatanegaraan oleh para ahli, sampai saat ini tak sama sekali sinkron dengan prinsip kebangsaan. Mereka (HTI) memaksakan kehendak. Justeru HTI dan para pendukungnya juga memiliki Split Personality, dengan standar ganda (kepribadian terpecah).
Sisi pertama anti produk asing, tapi doyan koar2 dgn sarana itu, sisi kedua maunya kembali ke masa silam, impian atas tragedi jaya masa lampau. Ketiga, merengek-rengek tegakkan istilah khilafah. Padahal saat pembekalan wawasan Ketatanegaraan, disebuah acara kegiatan kemahasiswaan berbasis dakwah di Balai Depnaker peserta diam seribu bahasa saat diberikan penyuluhan Sistem Negara baku, dan gambaran umum sejarah terbentuknya negara, terutama Indonesia dan Dunia.
Sementara itu, Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera menuturkan, partainya juga mendukung langkah banding HTI. Upaya banding HTI, kata Mardani, bertujuan untuk menjaga kebebasan berkumpul dan berserikat di Indonesia.
"Keputusan pengadilan harus dihormati dan HTI punya hak untuk banding. PKS fokus di penegakan hukum yang transparan," imbuhnya.
Senada dengan Gerindra dan PKS, Ketua DPP PAN Yandri Susanto menyebut pihaknya mengkritik aturan UU Ormas baru yang dipakai pemerintah membubarkan HTI.
Dalam aturan UU Ormas baru, pemerintah dapat membubarkan ormas tanpa melalui mekanisme pengadilan. Aturan ini lah yang ditolak PAN saat proses pembahasan Perppu Ormas di DPR.
"Dulu kita kan menolak Perppu Ormas, karena kita berharap memang pembubaran ormas itu bukan dengan sistem terbalik hari ini. Dibubarkan dulu baru mereka mencari keadilan," tandas Yandri.
Juru Bicara eks Ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Ismail Yusanto menyatakan siap banding akan keputusan Pengadilan Negeri Tata Usaha Negara (PTUN), yang mengesahkan putusan pemerintah soal pembubaran Ormasnya. Menurut dia, pemerintah telah zalim dengan memperkarakan ajaran khilafah yang termaktub dalam Islam.
"Ya tentunya kami akan banding, kita melihat secara substansial keputusan pemerintah (membubarkan HTI) itu adalah keputusan kezaliman karena dia telah menempatkan hizbut tahrir, sebagai kelompok dakwah, sebagai pihak pesakitan dan majelis hakim ini hari melegalkan tindakan itu," kata Ismail.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara menolak gugatan Hizbut Tahrir Indonesia atau HTI terhadap Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam persidangan di PTUN.
Dalam putusan tersebut, permohonan HTI agar pengadilan membatalkan pencabutan status badan hukum mereka oleh Kementerian Hukum dan HAM ditolak majelis hakim.
Sisi pertama anti produk asing, tapi doyan koar2 dgn sarana itu, sisi kedua maunya kembali ke masa silam, impian atas tragedi jaya masa lampau. Ketiga, merengek-rengek tegakkan istilah khilafah. Padahal saat pembekalan wawasan Ketatanegaraan, disebuah acara kegiatan kemahasiswaan berbasis dakwah di Balai Depnaker peserta diam seribu bahasa saat diberikan penyuluhan Sistem Negara baku, dan gambaran umum sejarah terbentuknya negara, terutama Indonesia dan Dunia.
Sementara itu, Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera menuturkan, partainya juga mendukung langkah banding HTI. Upaya banding HTI, kata Mardani, bertujuan untuk menjaga kebebasan berkumpul dan berserikat di Indonesia.
"Keputusan pengadilan harus dihormati dan HTI punya hak untuk banding. PKS fokus di penegakan hukum yang transparan," imbuhnya.
Senada dengan Gerindra dan PKS, Ketua DPP PAN Yandri Susanto menyebut pihaknya mengkritik aturan UU Ormas baru yang dipakai pemerintah membubarkan HTI.
Dalam aturan UU Ormas baru, pemerintah dapat membubarkan ormas tanpa melalui mekanisme pengadilan. Aturan ini lah yang ditolak PAN saat proses pembahasan Perppu Ormas di DPR.
"Dulu kita kan menolak Perppu Ormas, karena kita berharap memang pembubaran ormas itu bukan dengan sistem terbalik hari ini. Dibubarkan dulu baru mereka mencari keadilan," tandas Yandri.
Juru Bicara eks Ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Ismail Yusanto menyatakan siap banding akan keputusan Pengadilan Negeri Tata Usaha Negara (PTUN), yang mengesahkan putusan pemerintah soal pembubaran Ormasnya. Menurut dia, pemerintah telah zalim dengan memperkarakan ajaran khilafah yang termaktub dalam Islam.
"Ya tentunya kami akan banding, kita melihat secara substansial keputusan pemerintah (membubarkan HTI) itu adalah keputusan kezaliman karena dia telah menempatkan hizbut tahrir, sebagai kelompok dakwah, sebagai pihak pesakitan dan majelis hakim ini hari melegalkan tindakan itu," kata Ismail.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara menolak gugatan Hizbut Tahrir Indonesia atau HTI terhadap Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam persidangan di PTUN.
Dalam putusan tersebut, permohonan HTI agar pengadilan membatalkan pencabutan status badan hukum mereka oleh Kementerian Hukum dan HAM ditolak majelis hakim.
"Menolak gugatan penggugat untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim Tri Cahya Indra Permana membacakan putusannya.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto pun menyambut baik putusan PTUN Jakarta tersebut.
"Kalau sampai gugatan itu diterima, pasti akan banyak lagi bermunculan ormas-ormas yang nyata-nyata tidak setuju dengan nasionalisme, demokrasi, Pancasila, dan NKRI," ujar Wiranto dalam keterangan tertulisnya, Selasa (8/5/2018).
Bahkan, menurut Wiranto, ormas-ormas tersebut akan bisa mendapatkan ruang gerak untuk mewujudkan tujuannya masing-masing. "Indonesia akan luluh lantak karena membiarkan munculnya persemaian bibit-bibit perpecahan dalam kehidupan bangsanya," kata Wiranto.
Majelis Hakim PTUN menolak gugatan yang diajukan HTI karena menilai surat keputusan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) yang mencabut status badan hukum HTI sudah sesuai dengan prosedur.
HTI, menurut majelis hakim, nantinya akan menyusun undang-undang dasar (UUD) terkait negara khilafah yang akan didirikannya di NKRI.
Majelis Hakim pun menolak gugatan yang diajukan HTI terhadap pemerintah.
Hakim menilai langkah Menteri Hukum dan HAM mencabut status badan hukum HTI melalui Surat Keputusan Nomor AHU-30.AH.01.08 tahun 2017 sudah tepat.
Sebab, ajaran HTI bertentangan dengan Pancasila, sebagaimana yang diatur dalam UU Ormas.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto pun menyambut baik putusan PTUN Jakarta tersebut.
"Kalau sampai gugatan itu diterima, pasti akan banyak lagi bermunculan ormas-ormas yang nyata-nyata tidak setuju dengan nasionalisme, demokrasi, Pancasila, dan NKRI," ujar Wiranto dalam keterangan tertulisnya, Selasa (8/5/2018).
Bahkan, menurut Wiranto, ormas-ormas tersebut akan bisa mendapatkan ruang gerak untuk mewujudkan tujuannya masing-masing. "Indonesia akan luluh lantak karena membiarkan munculnya persemaian bibit-bibit perpecahan dalam kehidupan bangsanya," kata Wiranto.
Majelis Hakim PTUN menolak gugatan yang diajukan HTI karena menilai surat keputusan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) yang mencabut status badan hukum HTI sudah sesuai dengan prosedur.
HTI, menurut majelis hakim, nantinya akan menyusun undang-undang dasar (UUD) terkait negara khilafah yang akan didirikannya di NKRI.
Majelis Hakim pun menolak gugatan yang diajukan HTI terhadap pemerintah.
Hakim menilai langkah Menteri Hukum dan HAM mencabut status badan hukum HTI melalui Surat Keputusan Nomor AHU-30.AH.01.08 tahun 2017 sudah tepat.
Sebab, ajaran HTI bertentangan dengan Pancasila, sebagaimana yang diatur dalam UU Ormas.
No comments:
Post a Comment