Dua Kulit (Hak Sipil) Yang Pernah Ada Di Tubuh Demokrasi - Indowordnews

Breaking

30 June 2017

Dua Kulit (Hak Sipil) Yang Pernah Ada Di Tubuh Demokrasi


Beberapa hak-hak sipil universal dikenal sebagai kebebasan berbicara, berpikir dan berekspresi, agama serta pengadilan yang adil dan tidak memihak.

Obama & Ahok. PublicFigures
Obama dan Ahok, siapa yang tak mengenal kedua tokoh di atas. Obama, punya nama lengkap Barack Hussein Obama II, lahir 4 Agustus 1961 di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat. Namun, Obama memiliki sejarah, sejak masa kecilnya di tahun 1967 hingga 1971 pernah tinggal bersama ibu dan ayah tirinya di Menteng, Jakarta. Adapun Ahok, ia punya nama lengkap Basuki Tjahaja Purnama (lahir 29 Juni 1966, Manggar, Belitung Timur, Indonesia). Latar belakang keduanya sama-sama pernah terjun di dunia politik hingga menjadi public figures di negaranya masing-masing. 

Keduanya tentu tidak dapat disamakan. Yang satu adalah Mantan Presiden, orang nomor satu di negeri super power Amerika, yang satunya lagi ‘hanya’ mantan orang nomor satu di sebuah ibu kota negara, yakni Mantan Gubernur DKI Jakarta. Namun ada juga beberapa persamaan di antara keduanya. Mereka sebetulnya sama-sama berjuang keras untuk warga yang dipimpinnya. Kebijakan mereka mungkin saja tidak populis, namun memiliki dampak besar bagi generasi-generasi berikutnya. Barack Hussein Obama II adalah Mantan Presiden Amerika ke 44. Ia adalah orang kulit hitam (African American) pertama yang dipercaya menjadi orang nomor satu di negeri yang (konon dominasi warga kulit putih).
U.S. President Barack Obama's official, on 6 December 2012.
Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok merupakan Warga Negara Indonesia dari etnis Tionghoa yang menjadi Gubernur DKI Jakarta. Sebelumnya, pernah seorang Tionghoa lainnya menjabat Gubernur DKI Jakarta, Henk Ngantung (Periode 1964-1965). Basuki pernah menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI dari 2012-2014 mendampingi Joko Widodo sebagai Gubernur. Sebelumnya Basuki merupakan anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat periode 2009-2014 dari Partai Golkar namun mengundurkan diri pada 2012 setelah mencalonkan diri sebagai wakil gubernur DKI Jakarta untuk Pemilukada 2012. Dia pernah pula menjabat sebagai Bupati Belitung Timur periode 2005-2006. Ia merupakan etnis Tionghoa pertama yang menjadi Bupati Kabupaten Belitung Timur.

Sistem demokrasilah yang membuat kedua tokoh tersebut mampu berdikari. Dan atas dukungan kepercayaan seluruh lapisan masyarakat sebagai simpatisan dan konstituennya, Obama dan Ahok akhirnya sama-sama pernah menjadi pelayan publik di negara dan wilayah provinsi yang dipimpin dan dikelolanya. Bahkan, kabar menggembirakan bagi Obama sendiri adalah, sepertinya para pemilih masih suka dengannya dan mencoblosnya kembali, sehingga ia memimpin Amerika Serikat selama 2 periode, meski prestasi ekonomi Obama dianggap tidak terlalu mengesankan.

Sebelumnya, pada beberapa dekade tepatnya lima puluh tahun lalu sukar untuk dipercaya atau dibayangkan bahwa suatu saat nanti, hak sipil seorang Amerika keturunan Afrika menjadi presiden Amerika, di mana hak sipil merupakan hak-hak mutlak bagi warga negara berkulit hitam berhasil diwujudkan. Obama, berada ditengah-tengah pengekangan atas ras, warna kulit itu, walau setelahnya itu, Obama memang beruntung akibat adanya UU Hak-Hak Memilih, yang melarang diskriminasi ras dalam memberikan suara dalam pemilu. Itulah gambaran sistem demokrasi yang akhirnya mampu menyetarakan hak-hak sipil dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
7 Maret 2015: Barack Obama dan Michelle bergandengan tangan
Berbicara tentang Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok, adalah topik kekinian yang sedang menjadi pusat perhatian 'public figure', bisa jadi 'public enemy' (bagi lawan-lawannya) lewat kasus 'penistaan agama'. Momentum itu bermula saat-saat 'Gaung Pilkada DKI' 2016 dimulai. 

Ketika momentum itu bergelombang, frekuensi panas-dingin pun bergemuruh disaat jeda dua minggu selepas "pidato" dalam rangka pengembangbiakan ikan kerapu di Pulau Panggang, Kepulauan Seribu, Jakarta akhirnya didramatisir sedemikian rupa. Lakon musuh umat islam dalam kasus penodaan agama pun bergulir, kafir, non-muslim haram memimpin Jakarta semakin bergerilya bahkan berjilid-jilid disertai aksi demonstrasi lanjutan. Di lain pihak, pro/pendukung loyalis/simpatisan Ahok menganggap bukan penistaan agama, isu itu sengaja digiring/goreng/dipolisir. Sebab, Ahok dianggap 'publik figure' yang berhasil membawa Jakarta ke arah yang lebih baik, maju dan berperadaban.

Kisruh politik "Pilgub DKI" akhirnya meninggalkan jejak tantangan dalam pemeliharaan hak-hak sipil dikemudian hari. Melalui perlakuan hak sipil yang dipertontonkan dalam "Pilgub DKI", tampak pro-kontra sangat kentara dan saling beradu ring, isu politik identitas akhirnya berbuah manis, pemilik 'politik identitas' akhirnya memenangkan pertarungan Pilkada Jakarta. Dalam pengaruh "politik identitas" itu, kontras, dan gaungnya sempat menggema, membahana di seluruh Indonesia. Ke depannya kita tidak tahu persis, apakah jejak 'politik identitas' itu bakal masih bersemayam?

Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) memulai Jabatan selaku Gubernur DKI Jakarta, pada 14 November 2014, menggantikan Joko Widodo yang telah menjadi Presiden Republik Indonesia. Dalam jabatannya selaku Gubernur DKI, Ahok mendapatkan berbagai tantangan selama beberapa bulan, antara lain dari FPI dengan melakukan demonstrasi berujung anarkis, dan tantangan dari sebagian anggota DPRD DKI Jakarta dari partai-partai yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih. Front Pembela Islam menolak pengangkatan Basuki dengan tiga dasar : (1) Basuki tidak beragama Islam, (2) perilaku Basuki dianggap arogan, kasar, dan tidak bermoral, (3) penolakan umat Islam Jakarta terhadap kepemimpinan Ahok.
Basuki Tjahaja Purnama, sebagai Gubernur DKI Jakarta
Menanggapi tantangan radikal tersebut, Ahok mengirimkan surat rekomendasi pembubaran FPI kepada Kementerian Hukum dan HAM serta Kementerian Dalam Negeri RI. Pendapat Ahok bahwa, berorganisasi meskipun merupakan hak setiap warga negara, FPI menyalahi undang-undang dengan berlaku anarkistis saat berdemonstrasi. Dan aksi anarkistis tersebut telah direncanakan.

Dari mendapatkan beragam tantangan, Ahok juga memperoleh beberapa Penghargaan. Salah satunya penghargaan sebagai Tokoh Anti Korupsi dari unsur penyelenggara negara dari Gerakan Tiga Pilar Kemitraan, yang terdiri dari Masyarakat Transparansi Indonesia, KADIN dan Kementerian Negara Pemberdayaan Aparatur Negara. Ia dinilai berhasil menekan semangat korupsi pejabat pemerintah daerah, dengan tindakannya mengalihkan tunjangan bagi pejabat pemerintah untuk kepentingan rakyat (penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan pendidikan gratis) di Belitung Timur. Ia juga terpilih menjadi salah seorang dari 10 tokoh yang mengubah Indonesia, yang dipilih oleh Tempo. Penghargaan anti korupsi dari Bung Hatta Anti Corruption Award, yang diterimanya pada tahun 2013. Ia mendapat penghargaan ini karena usahanya membuka laporan mata anggaran DKI Jakarta untuk dikaji ulang.
AHOK
Demikianlah, sekelumit gambaran dua warna kulit yang pernah berkecimpung dalam dunia politik. Di sebuah negara, peran public figures dimaksud selalu berujung pada tantangan dan tidak lupa prestasi pun masih bisa diraihnya. Tidak serta merta bahwa tantangan itu menjadi batu sandungan, sebab berbicara masalah hak, maka setiap manusia di bumi ini memiliki hak-hak asasi yang mendasar, dan melekat pada kodrat kehidupannya. Dalam konteks ini, mengenai hak-hak sipil termasuk hak individual, yakni merupakan hak asasi yang tak dapat dilanggar oleh sembarang pihak.

Hak Sipil adalah hak kebebasan fundamental yang diperoleh sebagai hakikat dari keberadaan seorang manusia. Arti kata sipil adalah kelas yang melindungi hak-hak kebebasan individu dari pelanggaran yang tidak beralasan oleh pemerintah dan organisasi swasta, dan memastikan kemampuan seseorang untuk berpartisipasi dalam kehidupan sipil dan politik negara tanpa diskriminasi atau penindasan.

Hak-hak sipil yang ada di setiap negara dijamin secara konstitusional. Hak-hak sipil bervariasi di setiap negara karena perbedaan dalam demokrasi, namun mungkin untuk menunjukkan beberapa hak-hak sipil yang sebagian besar tetap umum. Beberapa hak-hak sipil universal dikenal seseorang adalah kebebasan berbicara, berpikir dan berekspresi, agama serta pengadilan yang adil dan tidak memihak. Itulah wajah kehidupan yang demokratis.

Bagaimana dengan khilafah? Kita tahu, sepak terjang bentuk idaman 'kaum agamis' ini kerap tidak memberi ruang dalam kebebasan hak-hak sipil. Khilafah meski[pun] benar-benar belum pernah terwujud, namun sejarahnya, baik itu gaung kekhalifahan serta bentuk kerajaan hingga saat ini, tercatat bahwa klan (kaum) tertentu dan suku tertentulah yang kerap melanggengkan kekuasaannya, dengan memegang tampuk pemerintahan bertahun-tahun, berabad-abad lamanya. Jika ada upaya suku atau kaum lain ingin merebut kekuasaannya, maka 'label pemberontakan' lah yang bakal disematkan. (mk)

No comments:

Post a Comment