Rizieq Yang Pernah Mengenyam Toleransi, Tapi Kok Berubah? - Indowordnews

Breaking

23 June 2017

Rizieq Yang Pernah Mengenyam Toleransi, Tapi Kok Berubah?

By : Embo
M.  Rizieq Shihab
Menelusuri jejak pengalaman hidup Rizieq Shihab. Saat ia berumur belia, kala itu, Rizieq Shihab sudah mengalami masa-masa interaksi terbaik dengan dunia kristiani. Memasuki usia jenjang sekolah di SMP kala itu, tentu Rizieq Shihab yang masih dibawah umur justeru mampu menyikapi beragam suasana toleran bukan intoleran, ketika berada di Sekolah Kristen, Bethel. Rizieq Shihab mengaku selama ia berada di lembaga pendidikan Kristen, khususnya di Bethel, ia tidak merasakan adanya hal ganjil, apalagi phobia terhadap gerakan Kristenisasi yang kerap jadi jargon penentangannya yang membahana.

”Sepanjang pengalaman saya waktu di Bethel, saya murni belajar. Bila hari-hari tertentu ada kegiatan di gereja, saat orangtua saya minta ijin kepada Kepala Sekolah agar saya tidak ikut kegiatan di dalam gereja, ternyata diijinkan”, kenang Rizieq Shihab. Bahkan, lanjut Rizieq Shihab, ketika hari jum'at pun, muslim wajib shalat, itu pun malah diijinkan untuk melaksanakan shalat oleh guru-guru nya, saat itu. Memang tidak semua di sekolah Bethel semua beragam Kristen, ada juga yang menganut agama Islam. 

Saat itu semua lembaga pendidikan pasti ada yang membutuhkan guru pengajar dari pihak sekolah lain, swasta-negeri juga biasanya bertukar antar guru, guna saling melengkapi, apalagi terkait guru pengajar agama islam atau kristen,  tentu kerja sama dilakukan. Rizieq Shihab yang selaku alumnus SMP Bethel Kristen, Petamburan, Jakarta (1979). Ia pun mengakui banyak teman-teman sekolah kala itu yang telah jadi pendeta. ”Mereka sudah jadi pendeta, saya sudah jadi pendakwa tetapi hubungan kami cukup baik, Rizieq Shihab mengakui 'tidak ada masalah hingga sekarang'.

“Tidak pernah ada masyarakat meminta Bethel ditutup. Dari semenjak saya lahir di Kampung ini, petamburan, tidak pernah ada problem antara masyarakat dan Bethel. Makanya kadang-kadang saya heran, di kampung-kampung lain pada ribut, antara satu lembaga Kristen dengan masyarakat, kadang sampai bakar-bakaran, kalau terjadi konflik seperti itu pasti ada yang tidak beres, pasti ada yang menyinggung masyarakat", ujarnya. 

Sekilas mengenai info biografi muda Rizieq Shihab (HRS) tersebut, tentu jejak pengalamannya itu sudah bisa menjadi modal kuat, kita mafhum,  maklumi, apalagi ia harus berhadapan dengan seluk beluk kemajemukan bangsa Indonesia, orang sekaliber HRS patut dibanggakan. Bayangkan jika usia mudanya, ia bisa beradaptasi,  tentu masa tua dianya pun pasti sudah sangat matang,  memiliki sikap, rasa peka dan toleran atas keragaman kehidupan SARA di tanah air.  

Sesungguhnya, RHS boleh mempunyai kemampuan 'high of power in tolerance', berkat pengalamannya semenjak berada dan sekolah dilingkungan berbeda agama. Jadi HRS ini telah menguasai ilmu adaptasi yang sangat mumpuni. Bahkan, tidak harus ada permasalahan, mengingat saat ini Alumni SMP Kristen Bethel Petamburan itu, kini menjadi Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI). Sejak naik pangkat jadi Imam Besar FPI yang memiliki masa tugas, berlaku seumur hidup sesuai pembaiatan melalui keputusan Munas FPI di Asrama Haji Kota Bekasi, Agustus 2013.

Sejak ia membesarkan FPI kurun waktu hampir 20 tahun. Habib Rizieq menyatakan, FPI adalah pelayan umat dan pembela agama, musuh kemungkaran, korupsi, pelacuran, miras, narkoba, perjudian, dan musuh kebatilan. Dan memang punya jarak lingkung dengan lokasi prostitusi Tanah Abang, Jakarta. 
Hanya saja,  setiap kelebihan bakal ada kekurangannya. Mungkin semenjak itu, menjalankan organisasi berbasis massa ini, khususnya FPI, tentu Rizieq Shihab mengalami suatu bentuk mental yang ia sendiri tak sanggup memahaminya, atas semangat idealisme dan nilai keagamaan tumbuh menanjak sejak era Reformasi di mulai. Saat itulah keinginan meledak ledak untuk mempertahankan pandangan, prinsip agama itu memang muncul bergelora, hingga istilah cingkrangan dan kaum wahabisme serta ikhwanul muslimin turut meramaikan suasana transisi reformasi.

Di mulai dengan munculnya Laskar Jihad, ketika berdiri menyikapi konflik horisontal dan nuansa Sara di Ambon, Maluku dan juga Poso. Dari sinilah muncul basis pergerakan FPI, ditandai dengan momen tahun 2008, melakukan sweeping, anti amerika, dan menggagalkan acara kebhinekaan, saat tragedi Monas. Justeru Pengaruh FPI, diidolakan dan sangat disanjung oleh sebagian orang yang memiliki semangat "jihad" bagi kalangan agamis yang selayaknya ingin totalitas keumatan itu di gelorakan. Suasana ini kian menimpali karakter lembut akhirnya semangat toleransi semakin memudar, hampir lenyap. Komando menciptakan lakon antagonist.

Ingat, disaat era orde baru berkuasa, semua 'ngumpet' dibalik tekanan. Kondisi pengamalan nilai nilai agama pada dasarnya stabil, dibarengi dengan pengamalan nilai nilai pancasila ketika era Soeharto sungguh sungguh digelorakan, terutama masalah toleransi, dan kebhinekaan sangat di jaga kuat demi mencegah disintegrasi bangsa. Ada yang tak mungkin banyak dilakukan saat itu, semua dikekang,  apalagi kebebasan pers, ekpresi dan kebebasan menyampaikan pendapat begitu minor kala itu. 

Rizieq Shihab, yang notabene punya kemampuan toleran atas kondisi bangsa saat ini,  harus termakan arus oleh sikap, pribadi dan mental organisasi yang di milikinya. Jika diukur dengan sikap pribadi HRS dalam kaca mata pluralisme dewasa ini, ia malah lebih tangguh, ketimbang barisan barisan di tubuh organisasi FPI yang dibentuknya justeru tertimpali oleh beragam oknum yang semula tidak memiliki basic peka sosial yang kurang mumpuni, seperti HRS,  dan mereka tentu banyak yang bergabung di tubuh FPI. Mereka ada yang berpaham anti zindiq. Prokontra pemahaman batas kemulian manusia selain yang ada diluar keturunan Arab.
Rizieq Shihab justeru semakin hanyut pula, tanpa banyak berbuat lebih guna membangun mental organisasi massa nya untuk kembali ke titah awal,  yakni sikap, mental HRS itu sendiri perlu di kedepankan dan ditonjolkan di tubuh organisasinya. 

Beberapa tahun ini,  konflik massa memang tidak sering terjadi,  hanya saja ketika isu agama, politik dan kemasyarakatan di bonceng melewati dan diikutkan lewat Ormas FPI,  tak pelak selalu memancing kisruh. Ormas FPI kerap melakukan sweeping secara radikal, dan seringkali pula menentang proses pembangunan tempat ibadah umat lain, misalnya Gereja. Alasannya sepele, tak punya alias mengantongi izin pendirian.

Kewenangan ilegal ini terseruput manis hingga titik kulminasi dan fenomenonnya FPI yakni bersikap "keras terhadap Ahok" pada momen Pilgub DKI, sengaja diklimakskan dalam program aksi barbaris tuk jatuhkan Ahok, hingga FPI pun tak luput menerima aksi penolakan dibeberapa daerah.
Sebenarnya, ini Ormas lebih dominan banyak tertunggangi oleh anggota-anggota atau simpatisan binaannya, yang direkrut dari mantan preman, pemabuk dan sebagiannya memang ada remaja tanggung, namun tidak semuanya hingga ajakan demo berjilid-jilid tiada henti. Akan tetapi lebih di minati, diidolakan oleh sebagian keturunan Arab-Indonesia, banyak bergabung dan hidup beraktivitas, mengatur, serta berada di puncak manajemen organisasinya, dibeberapa daerah sebagian telah dianggap bergelar habib-habib, Anggota atau Ketua Cabang biasanya punya garis nasab, misalkan syarif, atau diakui ada turunan Arab, silsilah Nabi. Mereka banyak mengisi Rumah ditubuh Ormas FPI.

Inilah,  HRS dan FPI,  di mana HRS adalah figur seseorang yang konon ia mempunyai sejarah kemampuan bertoleransi, namun sulit terejawantahkan oleh anggota-anggota ormasnya. Atau dia pribadi telah berubah? Walaupun AD ART organisasi yang berbasis bela Agama Islam dirancang sedemikian rupa. Muncul paham takfiri,  arogansi sektarian. Lembaga lain dianggap, bla, bla...
Tetapi sejatinya, Rizieq Shihab perlu menjernihkan platform kerja Ormas itu, sesuai alam kemajemukan di Indonesia. postur kenegaraan tak mungkin dijamah ditataran prinsip ormas yang memang bergerak di jalur dakwah dan identik pola paksa dalam aksinya. Ormas-ormas lain seperti NU, Muhammadiyah, LDII dan lainnya, kecuali HTI itu selama ini telah berjalan baik-baik saja, tanpa unjuk superioritas.

Tidak ada infrastruktur Muhammadiyah, atau pun NU yang ditentang umat lain. Ormas ormas besar ini malah banyak membangun basis pendidikan dasarnya hingga perguruan tinggi, beradaptasi justeru kerap dengan agama lain, di pedesaan-pedesaan Indonesia.

NU-Muhammadiyah telah lama mencitrakan diri selaku insan terdidik diranah keilmuan, apalagi universitas-universitas milik Muhammadiyah pun diminati oleh mahasiswa-mahasiswa yang beragama lain di Indonesia. Pesantren-pesantren dari basis NU atau Muhammadiyah kian semakin besar,  NKRI masih stabil.

Sebenarnya Rizieq orangnya sangat toleran, terkadang ditutupi lewat pencitraan ormas dan gandengan anak massa sehingga pamor itu terlihat ambigu. Yang masih berada dinegara Arab Saudi dan citra itu kian kentara saja, di mana hingga saat ini ia belum tangguh menghadapi hukum di jantung negara hukum Indonesia.

Memang dilema, kadangkala kultus sektarian (kelompok) berpotensi menuju karang, yang siap menghempaskan hingga perpecahan selalu menghiasi ujung kehidupan bermasyarakat,  berbangsa dan bernegara.  Jika tidak hati-hati!

Mungkinkah, dari buah pengalaman yang baik tak selamanya ia menjadi guru kehidupan dunia? Atau memang, dunia ini tempat terindah tuk bersandiwara yang nyaman?

Bisa ajaa..Bibb.!

No comments:

Post a Comment