Presiden Jokowi bisa tiru SBY soal pengelolaan dana haji - Indowordnews

Breaking

31 July 2017

Presiden Jokowi bisa tiru SBY soal pengelolaan dana haji

Presiden Jokowi bisa tiru SBY soal pengelolaan dana haji

Dalam hal contoh mencotoh dalam bidang pemerintahan itu merupakan sesuatu yang baik. Istilah dalam bahasa Jepang Kaizen. Kaizen merupakan istilah dalam bahasa Jepang yang bermakna "perbaikan berkesinambungan". Mengambil yang terbaiknya, buang yang terburuk. Berpandangan pada nilai hidup kita hendaknya fokus pada upaya perbaikan terus-menerus.

Presiden Joko Widodo, misalnya, ingin agar dana haji diinvestasikan (bukan meniru; terkait korupsinya.pen), untuk infrastruktur. Keinginan Jokowi tersebut sah-saha saja (ini masih contoh lho, ya belum ada penerapannya.(pen)) memang sudah dilakukan sejak era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Bahkan, ingin mencontoh seperti Malaysia dalam memanfaatkan dana haji untuk pembangunan yang sesuai manfaat dan kehati-hatiannya, melalui Dewan Pengawas dan Anggota Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) yang diserahi tugas.

BPKH dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor: 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji. Badan ini berada di luar struktur Kementerian Agama, dan bertugas mengelola dana haji umat sekitar Rp90 triliun. Dana tersebut merupakan akumulasi dari setoran awal Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) beserta nilai manfaat yang dihasilkan.


Pada 2012, pemerintahan SBY menerbitkan sukuk dana haji sebesar Rp 2 triliun. Dana tersebut digunakan untuk menutupi kebutuhan APBN 2012.

Penerbitan obligasi syariah Rp 2 triliun itu melalui dua seri yaitu seri SDHI 2015 A dan SDHI 2020 B. Penerbitan sukuk haji itu melalui penempatan Dana Haji yang dikelola oleh Kementerian Agama pada surat berharga syariah negara (SBSN) atau sukuk negara.

Nilai nominal untuk SDHI 2015 A sebesar Rp 1 triliun, dengan imbalan tetap 5,21 persen per tahun, tanggal penerbitan 28 Juni 2012, jatuh tempo 28 Juni 2015. Sementara, SDHI 2020 B sebesar Rp 1 triliun, imbalan 6,20 persen per tahun, tanggal penerbitan 28 Juni 2012, jatuh tempo 28 Juni 2020.

Direktur Eksekutif Indef Enny Sri Hartati mengatakan dana haji ini tidak bisa langsung digunakan untuk membangun infrastruktur. Alasannya, investasi dalam pembangunan infrastruktur terlalu berisiko.

"Sekarang, dana tersebut mau langsung digunakan untuk bangun infrastruktur," ujar Enny kepada awak media di Jakarta, Senin (31/7).

Untuk itu, pemerintah harus mengeluarkan instrumen investasi yang aman dan syariah. Hal ini sama dengan yang dilakukan pemerintah SBY beberapa waktu lalu. "Pemerintah bisa mengeluarkan sukuk. Nanti, sukuknya bisa dibeli siapa saja termasuk pengelola dana haji. Karena sukuk termasuk instrumen dana yang likuid," tegasnya.


Di lain pihak, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Fadli Zon menilai rencana pemerintah penggunaan dana haji untuk pembangunan infrastruktur tidak tepat. Sebab, kata dia, para jemaah haji mendaftar dan mengajukan dana mereka untuk keperluan ibadah haji bukan infrastruktur.

Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (31/7). Fadli Zon mengatakan, "Kalau mau diinves saya kira harus ada kesepakatan dari pemilik dana diinvestasikan untuk bidang apa kalau diinves untuk infrastruktur dalam konteks sekarang ini menurut saya tidak tepat".

Pertentangan wacana ini ketika sebelumnya, Presiden Joko Widodo ingin agar dana haji diinvestasikan untuk infrastruktur. Anggota Komisi VIII DPR Khatibul Umam Wiranu menjelaskan langkah itu sudah dilakukan beberapa tahun lalu.

"Dana haji sesungguhnya sudah sejak tujuh tahun lalu banyak diinvestasikan untuk infrastruktur melalui Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI) atau SBSN yang berjumlah cukup besar, yaitu 35,2 triliun," kata Khatibul melalui keterangan tertulis, Senin (31/7).

Dana haji diinvestasikan ke infrastruktur harus atas persetujuan Dewan Pengawas dan DPR. Khatibul menjelaskan, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) harus segera menyusun rencana strategis investasi dan diajukan ke Dewan Pengawas dan DPR untuk dimintai persetujuannya.

"Dewan Pengawas, yang di dalamnya ada unsur Pakar Syariah harus mengkaji hal tersebut. Begitu pun DPR, akan membahasnya untuk menentukan besaran investasi dan akan dialokasikan pada apa saja sesuai dengan peraturan perundang-undangan," ujarnya.

(mk/)

No comments:

Post a Comment