Kepulangan pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab ke Tanah Air masih menjadi misteri.
Santer beredar kabar Habib Rizieq Syihab sebelumnya berencana pulang ke Indonesia, untuk menghadiri perayaan hari lahir Front Pembela Islam (FPI) pada 17 Agustus nanti, namun rencana itu batal. (Ternyata FPI mau Ulang Tahun juga ya!! Biasanya trend ultah seringkali di skeptiskan)
Ketua Bantuan Hukum FPI sekaligus Pengacara Rizieq, Sugito Atmo Pawiro mengatakan, peluang kliennya pulang ke Tanah Air pada pertengahan Agustus mengecil. Apalagi Agustus tahun ini bertepatan dengan musim ibadah haji.
"Dulu ada rencana (pulang). Tapi karena ada persiapan ibadah haji, kemungkinan (pulang) kecil," ujar Sugito, Jakarta, Jumat 4 Agustus 2017 yang dimuat detik.
Sugito mengaku, dirinya baru saja kembali ke Indonesia usai bertemu dengan Rizieq Shihab di Arab Saudi belum lama ini. Rizieq mengatakan bahwa kemungkinan besar dirinya batal kembali ke Indonesia dalam waktu dekat.
Apalagi Rizieq juga akan menunaikan ibadah haji tahun ini. Dengan begitu, Rizieq diperkirakan bakal absen menghadiri perayaan milad FPI yang jatuh pada 17 Agustus 2017.
"Jadi kemungkinan besarnya, Habib (Rizieq) tidak pulang. (Mungkin baru pulang) setelah Lebaran haji," ucap Sugito.
Namun, lanjut Sugito, pihaknya akan mencoba berkomunikasi lebih dulu dengan kepolisian agar kasus yang menjeratnya dihentikan. Dia berharap ada solusi terbaik antara pihak Rizieq dan kepolisian sebelum kepulangan tersebut.
Sebelumnya, Rizieq Shihab dikabarkan akan pulang ke Tanah Air pada 15 Agustus 2017. Rizieq juga mengaku siap menghadapi proses hukum yang menjeratnya di Indonesia.
Rizieq saat ini tengah berstatus sebagai tersangka dalam dua perkara pidana. Di Polda Jawa Barat, Rizieq menjadi tersangka kasus dugaan penodaan terhadap Pancasila. Dalam kasus ini, dia dijerat dengan Pasal 154 A KUHP dan Pasal 320 KUHP.
Rizieq Shihab juga berstatus tersangka kasus dugaan pornografi berupa chat seks yang diduga melibatkan dirinya dengan Firza Husein. Dia dijerat Pasal 4 ayat 1 juncto pasal 29 dan atau Pasal 6 juncto pasal 32 dan atau Pasal 9 juncto Pasal 35 Undang-undang nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.
Salah seorang ahli hukun, Mudzakkir juga sempat menganggap dua kejanggalan dalam penetapan tersangkanya Rizieq dalam kasus chatt 'mesum'.
Pertama, kata dia, jika chat yang dituduhkan polisi dilakukan dengan telepon genggam atau gadget pribadi, maka dalam hukum pidana tidak dilarang. Isi chatting antara siapapun dan dengan konten apapun, menurut Mudzakkir tidak ada masalah sejauh kedua belah pihak sama-sama menerima dan tidak menimbulkan sakit hati.
Kedua, alasan pornografi, kata Mudzakkir, belum diungkapkan secara jelas oleh penyelidik. Konten pornografi jika berada di dalam ranah pribadi seseorang dan tidak disebarluaskan, maka tidak dapat terjerat hukum pidana apapun. Tindak pidana, kata dia, adalah suatu penyimpangan hukum yang dilakukan dalam ruang publik.
Kepada penyidik, Emma mengakui memiliki kedekatan dengan Firza. Keduanya merupakan teman satu pengajian Rizieq. Atas dasar kedekatan itu, Firza sering mencurahkan isi hatinya kepada Emma. Firza kerap curhat mengenai hubungannya dengan Rizieq terhadap Emma.
"Ya apa yang dia (Firza) alami dia ceritakan ke Emma," ucapnya.
Status Firza saat itu setelah diperiksa selama 1 hari dan akhirnya ditetapkan selaku tersangka oleh penyidik Polda Metro Jaya dalam gelar perkara. Gelar perkara tersebut hanya dihadiri Firza namun Rizieq Shihab tidak memenuhi panggilan polisi. Pimpinan FPI itu mangkir dari pemeriksaan setelah yang bersangkutan sudah berada di luar negeri.
Satu hal yang menjadi ironi, selain kasus chatting, masih ada beberapa kasus yang layak menjadi perkara pidana selain hujatan atas Pancasila. Masalahnya, Rizieq begitu berulah menjadi orang (tokoh) ketika menghadapi masalah hukum.
Bayangkan ketika gonjang-ganjing isu Pilkada beberapa bulan lalu, ia begitu antusias untuk menuntut untuk 'memenjarakan Ahok' terkait kasus penistaan agama. Rizieq begitu getol hingga keringat dan darah serta siap mati syahid katanya pun terlontar dari mulutnya saat berorasi.
Namun ia tak sadar jika api dipanaskan dia bakal terbakar juga. Kenyataannya itu tak sesuai dengan sikap ketokohannya. Saat ini kaburr adalah hal yang terbaik, namun itu naif.
Kasus-kasus yang menjertanya akibat ulah 'lidah tak bertulangnya', itu wajar saja ada akibat dimana hukum kerap mengintai.
Nah, anehnya Rizieq kerap menyampaikan alasannya guna menghindari sanksi lewat kuasa hukumnya selalu beralasan dengan tak menepati janji pulang ke Indonesia dalam mempertanggungjawabkan perbuatannya dihadapan hukum.
Masalah itu fitnah, nanti dulu, asal dibuktikan dihadapan hukum itu yang paling utama bagi warga negara yang baik.
Sebagian orang di negeri ini banyak yang memang berseloroh, 'lebih bagus dia tak pulang' biar aman, dan tidak gaduh.
Lha, persoalanya ini bukan Rizieq antara pulang mau atau tidaknya pulang, ini keterkaitan masalah hukum. Siapapun yang telah bersinggungan dengan masalah hukum mesti taat menjalaninya di negeri ini. Mau rekayasa atau fakta harus diungkap sedalam-dalamnya melalui sistem peradilan pidana yang berlaku agar terang masalah yang disangkakan.
Tapi, semua tahu bahwa Rizieq Shihab terjerat tidak hanya satu dua kasus. Kasus ini adalah kasus masalah ujaran kebencian kerap ia lontarkan hingga berefek pada sikap intoleran yang menggeranyangi wilayah ubun kaum sumbu pendek.
Kasus chatt, itu secuil dari kasus yang ditangani kepolisian. Namun, kasus chatt ini memang yang paling menyita perhatiannya. Tampak, Rizieq begitu 'plin plan' saling kejar janji antara pulang atau tidak. Ternyata hingga hari ini ia beralasan tak kembali pulang. Bisa jadi Rizieq Shihab pulang tahun 2023, Era Jokowi telah usai.
Seorang 'yang dianggap mencuri cacing, mencuri mangga, sandal, ampli, koruptor pun wajib berhadapan dengan hukum. Setiap warga negara sama kedudukannya dimuka hukum. Namun bukan berarti sekehandaknya main hakim sendiri seperti tabiat kaum radikal, main bakar dan main persekusi, eksekusi dan bunuh seperti ISIS.
Dalam momen ini. Ahok mungkin layak dijadikan referensi. Ia selaku tersangka dalam kasus penistaan agama malah taat hukum dan menjalani proses hukum, walaupun pasti ada kalah menangnya, karena menemukan hukum ujungnya hanya ada ditangan dan atau putusan hakim. Dengan upaya hukum lain hal itu bisa saja diupayakan banding sayangnya tidak Ahok lakukan.
Andaikata saat itu ada seseorang dituduh bersalah diserahkan ke tangan massa pendemo berjilid, kira-kira bakal jadi apa? Bisa jadi layaknya seperti pencuri Ampli yang dibakar hidup-hidup beberapa waktu lalu.
Tapi ini beruntung hakim yang menangani. Maka Rizieq juga mesti taat hukum, hadir dan hormati hukum dan lembaga negara. Kenapa takut. Toh, di Indonesia ini tidak ada ancaman selain ancaman dari kaum bumi datar yang doyan persekusi itu yang mesti Rizieq takuti, namun Rizieq asli bermental ciut nyali.
Masyarakat yang tidak radikal cukup dewasa dalam sikap dan perhatiannya terkait masalah bangsa, kecuali yel-yel dan teriakan yang histeria ketika hukum ingin dipaksakan sebab 'politisasi'. Itulah yang paling sulit saat ini.
Masalahnya, Kepolisian sudah tidak ngotot...Atau Rizieq Shihab bermental cute. Ada apa di zamannya? Tanya lah sama kecebong... Asal bukan ndeso pada waktunya...
(emb)
No comments:
Post a Comment