ILUSTRASI, Kolase Tribunstyle, Sandiaga Uno dan PKL, Tanah Abang Jakarta. |
Wakil Gubernur DKI Jakarta meminta masyarakat untuk tidak membeli barang dari para pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan di trotoar. Dilansir dari Republika.co.id, Sandi mengatakan, mereka berjualan karena adanya kebutuhan dari para pembeli.
Mengupas bahasa Sandi di atas, ada benarnya. PKL ada karena pembeli. Cuma begini Bosss!...Teori ekonomi dan bisnis manapun jauh-jauh hari sudah mengatakan "ada uang ada barang". Bahkan bagi yang akan berjualan di marketplace dan online pun punya satu rahasia untuk bagaimana bisa sukses berjualan di semua tempat pasar serta mendapatkan pelanggan tetap setianya. Misalnya bagi pelaku bisnis online, maka jualannya lewat internet dan marketplace melalui aplikasi online. Sebab ada peluangnya bagi yang melek IT.
Nah, sedangkan bagi masyarakat PKL, tak ada cara lain mereka berjualan jika ada kebijakan tempat manapun mereka mau berjualan tanpa banyak keluar izin dan biaya diawal untuk memulai usaha. Jadi, alasan berjualan karena kebutuhan pembeli menurut Sandiaga Uno bertolak belakang dengan wawasan enterpreunirshipnya yang sejak awal ia menjadi pengusaha muslim termuda.
Orang berjualan tujuannya menemukan pembeli, dan untung tipis atau banyak itu rejeki, namanya! Tulisan ini bukan mau mengajari atau menggurui, tetapi karena kselek mendengar seorang pengusaha yang terjun di dunia pemerintahan dan politik. Kok malah beda dengan arus antusiasme bisnis dan dalam dunia kemasyarakatan justeru bertolak belakang dan tak seirama dengan kebijakan dalam menata kota.
Siapa yang tak kenal dengan foto di atas, pengusaha muda muslim terkaya di Indonesia. Pengalaman karir dan bisnisnya, melambungkan namanya menjadi pesohor di negeri ini. Muda, Cerdas, dermawan, dialah Sandiaga Salahudin Uno. Dikutip dari situs Bisnis UKM, Sandi lahir pada 28 Juni 1969 di Rumbai, Pekanbaru, Indonesia. Orang tua Sandi bernama Sandiaga Kosastra. Sandi merupakan pendiri PT Saratoga Investama Sedaya, merupakan salah satu orang terkaya di Indonesia dengan jumlah kekayaan sekitar $795 juta.
Selanjutnya menurut Sandiaga, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI telah menurunkan petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) untuk menghalau para PKL. Namun, mereka umumnya kucing-kucingan. Maka Sandiaga meminta warga jangan belanja dan membeli kepada mereka (PKL).
"Jangan belanja, jangan membeli di sana, karena PKL itu ada di sana karena ada yang beli," kata Sandiaga di Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Rabu (31/1).
Pernyataan Sandiaga Uno memerintahkan kita jangan membeli, jangan belanja. 'Emang Gua pikirin (kata para pembeli), toh yang butuh barang kita-kita juga!' Sekali-kali belanja di emperan, lagian ada barang terdekat dan harga terjangkau. Karena hukum pasar mengatakan, "dimana ada gula disitu ada semut berkerubun". Masyarakat rame-rame menyerbu jualan di trotoar. Sandiaga Uno seolah-olah mengesankan ucapannya 'bukan PKL-nya yang salah, justeru pembelinya yang berdosa' karena pembiaran pada PKL. #BegituKataJakadah58%.
Sandiaga kemudian mengaku mengamati hal itu setiap lari pagi dan melintasi trotoar. Ia melihat para PKL mengosongkan trotoar setiap petugas datang. Namun, ketika petugas telah pergi, mereka berjualan kembali. Menurut Sandiaga, ini telah menjadi perilaku tersendiri. Pemprov DKI berupaya mengubah perilaku tersebut dengan menyediakan lokasi sementara (loksem).
"Ini perilaku, kita ingin perilaku pedagang kecil juga mulai terbiasa ketika kita bisa berikan lokasi sementara dan lahan usahanya, mereka mudah-mudahan bisa mengubah perilakunya," kata dia.
Perubahan perilaku ini tak hanya diharapkan datang dari para PKL, namun juga masyarakat pembeli. Ia berharap masyarakat tak mentolerir para PKL yang berjualan di trotoar. Caranya dengan tidak membeli dagangan mereka. Kan undang-undang dong dijalankan. Penting diketahui, ketersediaan fasilitas trotoar merupakan hak pejalan kaki yang telah disebut dalam Pasal 131 ayat (1) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Ini artinya, trotoar diperuntukkan untuk pejalan kaki, bukan untuk orang pribadi.
Tanpa adanya perubahan perilaku, kata Sandiaga, mustahil permasalahan PKL di trotoar dapat diselesaikan. Berapapun banyaknya petugas yang disediakan tak akan mampu menghalau mereka.
Pengendara motor melintas diatas trotoar yang samping kanan-kirinya dipenuhi pedagang kaki lima di Jalan Kebon Jati, Tanah abang |
Pemprov DKI akan terus berupaya membersihkan trotoar dari para pedagang kaki lima. Sandiaga mengatakan petugas Satpol PP terus menegakkan kedisiplinan dan menerapkan peraturan.
Kondisi PKL dengan tenda. Pedagang kaki lima berdiri di sepanjang jalur depan Stasiun Tanah Abang, Jakarta. |
Jadi pemikiran ekonomi modern ini sudah lama, biasanya dinyatakan dimulai dari terbitnya Adam Smith pada 1776. Ide utama yang sampaikan oleh Smith adalah kompetisi antara berbagai penyedia barang dan pembeli.
Kita lupakan kesalahan penjual PKL dan pembeli. Yang disalahkan adalah penataannya. Anies Baswedan telah memulai langkah untuk menata pedagang kaki lima (PKL) di kawasan Pasar Tanah Abang. Namun kebijakan Anies menutup Jalan Jatibaru untuk memfasilitasi pedagang justru membuahkan kritik.
Beberapa orang warga tukang ojek, sebut saja Sukarno mengatakan, "Mana ada jalan umum dijadikan tempat PKL," katanya saat mangkal di sekitar Stasiun Tanah Abang. “Seharusnya PKL yang berada di jalan direlokasi agar tidak mengganggu ketertiban.”
Tak ketinggalan, Syaiful juga pengojek di sekitar Stasiun Tanah Abang, berpendapat sama. Bahkan dia membandingkan kebijakan Anies dengan apa yang pernah dilakukan gubernur sebelumnya, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. "Ahok lebih berani karena benar,” katanya. “Trotoar di Tanah Abang steril dari pagi sampai sore."
Syaiful memahami bahwa Anies berusaha memenuhi janji kampanye dengan menyediakan lahan bagi PKL. “Tapi tidak harus menggunakan jalan umum," ucapnya yang dikutip dari Tempo.co.id. Sebab jalan yang ditutup itu justru merugikan kepentingan masyarakat secara umum.
Untuk itu Syaiful mengimbau agar Anies mengikuti cara-cara yang dilakukan Ahok dalam menertibkan PKL. "Saya setuju di tempat yang memang dilarang, harus disterilkan,” katanya. “Kalau tidak tegas memang sulit untuk mengatur di Jakarta."
Inilah masyarakat bawah dalam menyikapi kebijakan Anies-Sandi. Anies Baswedan mestinya disarankan ikuti cara Ahok dalam menata Jakarta, apalagi Tanah Abang dan trotoar-trotoar di sejumlah tempat yang rawan ditempati PKL selain Tanah Abang, Jakarta Pusat juga dibeberapa tempat termasuk Kramat Jati, Jakarta Timur.
Embo.
No comments:
Post a Comment