Ilustrasi/Istimewa |
Wakil Rektor UIN Suka, Sahiron Syamsuddin, mengungkapkan, pelarangan cadar tersebut tak terlepas dari alasan pedagogis. Menurut dia, jika mahasiswinya tetap menggunakan cadar di dalam kelas, para dosen tentu tidak bisa membimbingnya dengan baik dan pendidiknya tidak dapat mengenali wajah mahasiswinya.
"Kalau di kelas mereka pakai cadar, kan dosen tidak bisa menilai apakah yang datang di kelas itu memang mahasiswa atau bukan," ujar Sahiron saat dikonfirmasi Republika.co.id, Selasa (6/3).
Sahiron menuturkan, pemakaian cadar bagi kaum wanita itu sebenarnya juga masih diperdebatkan di kalangan ulama, apakah itu merupakan ajaran Islam atau tradisi Arab. Namun, sayangnya, mahasiswi yang bercadar di kampus tersebut rata-rata tidak membaur dengan mahasiswa lainnya.
"Mereka pada umumnya tidak membaur dengan mahasiswa-mahasiswa yang lain," ucap Ketua Asosiasi Ilmu Alquran dan Tafsir se-Indonesia (AIAT) ini.
Dengan adanya pelarangan cadar ini, menurut Sahiron, rata-rata seluruh dosen UIN Suka setuju untuk diberlakukan. Jika mahasiswa tersebut tidak ingin dibina, mahasiswa tersebut akan diminta untuk pindah kampus.
"Sebagian besar setuju (dosen UIN Suka). Tapi, ya mungkin ada juga sedikit yang tidak setuju," kata Sahiron.
Kompleks Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta. |
Baca Lagi: UIN Sunan Kalijaga Larang Mahasiswi Pakai Cadar, Karena Budaya Arab Lokal
Hal itu dilakukan sesuai surat resmi dengan nomor B-1031/Un.02/R/AK.00.3/02/2018. Pihak kampus juga sudah membentuk tim konseling dan pendampingan kepada mahasiswi bercadar agar mereka mau melepas cadar saat berada di kampus UIN.
Mahasiswi bercadar akan mendapatkan pembinaan dari kampus melalui tujuh tahapan berbeda. Jika seluruh tahapan pembinaan telah dilampaui dan mahasiswi yang bersangkutan tidak mau melepas cadar, pihak UIN akan memecat mahasiswi itu.
eyt.
No comments:
Post a Comment