Partai Gerindra menganggap komentar pendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi) terhadap perjalanan umrah yang dilakukan oleh Prabowo Subianto beserta Ketua Dewan Kehormatan PAN Amien Rais dan elite PKS sebagai bentuk kepanikan.
Salah yang dia anggap telalu nyinyir adalah Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin.
“Nggak perlu terlalu direwelin, dinyinyirin. Tapi kami memaklumi, kenapa pihak pendukung presiden, lalu Ngabalin juga terlalu nyinyir. Itu karena panik. Jadi mereka nyinyir karena mereka panik,” kata anggota Badan Komunikasi DPP Gerindra Andre Rosiade kepada detikcom, Jumat (1/6/2018) malam.
Andre juga keberatan jika umrah yang dilakukan Prabowo dan sejumlah tokoh politik itu disebut sebagai ‘umrah politik’ politisasi umrah. Andre justru menuding Jokowi-lah yang pernah melakukan ‘umrah politik’.
“Yang berpolitik umrah itu Jokowi. Masa mereka lupa pas pilpres 2014. Ingat nggak insiden baju ihram terbalik itu, yang viral foto baju ihram terbalik itu. Itu kan pak Jokowi yang pergi umrah di saat pilpres. Kalau pak Prabowo kan pilpresnya masih tahun depan. Kenapa heboh?” ujar Andre.
Andre membantah Prabowo melakukan ‘politisasi umrah’ lantaran saat ini Prabowo juga belum mendaftar sebagai calon presiden di Pilpres 2019.
“Kalau dibilang kita ‘mempolitisasi umrah’, nggaklah. Kalau ‘umrah dipolitisasi’ itu lagi tahapan pemilu, tahapan pilpres pergi umrah lalu foto-foto untuk diviralkan supaya pencitraan untuk masyarakat. Itu yang namanya ‘politisasi umrah’. Itu yang dilakukan Pak Jokowi di pilres 2014,” ucap Andre.
Sebelumnya, Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin sempat mengatakan bahwa tak elok ibadah diselingi membahas politik. Pernyataan itu disampaikan sebagai tanggapan atas rencana pertemuan Prabowo, Amien Rais, dan elite PKS dengan pimpinan FPI, Rizieq Shihab di sela umrah.
“Nah saya lihat gini, saya mau bilang orang mau jalan ke haji dan umrah namanya dalam Quran itu, kalau orang mau jalan ke haji dan umrah menurut aturannya, telepon aja orang tidak boleh pakai di sana konsentrasi untuk ibadah umrah dan haji di sana,” kata Ngabalin di kantor DPD Golkar, Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (1/6/2018).
“Jadi kalau nanti diumumkan bertemu dengan imam besar, itu imam besar kita Habib Rizieq untuk kepentingan politik praktis kurang bagus nanti di Tanah Air. Sebagai seorang muslim nanti tidak enak didengar oleh diketahui umat Protestan, Hindu, dan lain-lain. Dijaga itu semangat kebinekaan itu maksud saya gitu, nggak ada pengertian lain,” lanjutnya.
[jurnalpolitik.id]
edmun.
No comments:
Post a Comment